Warta

Palestina Pasca Arafat

Jumat, 12 November 2004 | 04:20 WIB

Jakarta, NU Online
Esa hilang dua terbilang - begitulah kira-kira semboyan yang selalu dipegang oleh setiap negara berdaulat. Namun, apakah semboyan ini akan bisa dipegang oleh Palestina yang 'tidak berdaulat' , setelah meninggalnya pemimpinnya, Yasser Arafat?  Bagi orang luar, politik Palestina tampak sangat rumit. Terdapat tiga badan berbeda yang semuanya memiliki tingkat kekuasaan, kepemimpinan dan pengaruh.

Ada Otorita Palestina yang memerintah Gaza dan sebagian Tepi Barat. Juga ada Organisasi Pembebasan Palestina atau PLO, badan yang memayungi semua faksi Palestina. Dan Faksi terbesar adalah Fatah.  Saat Yasser Arafat masih hidup, dia mendominasi ketiganya.

<>

Sekarang Otorita Palestina akan dipimpin oleh perdana menteri Ahmed Quriea. PLO akan diketuai oleh mantan perdana menteri Mahmud Abbas. Dan dalam langkah yang dipandang banyak pengamat sebagai kejutan adalah Farouk Kaddoumi sebagai ketua Fatah. Qureia dan Abbas dianggap sebagai tokoh moderat, namun Kaddoumi dianggap tokoh garis keras.  Untuk memperlihatkan penentangan terhadap pakta perdamaian Oslo, dia tetap tinggal di Tunisia saat rekan-rekannya pulang ke Palestina dan membentuk Otorita Palestina satu dekade lalu.

Dengan demikian, periode satu orang berkuasa penuh sekarang telah berakhir. Namun apakah kepemimpinan tiga orang ini bisa bekerja sama secara harmonis dan apakah akan muncul tokoh lain yang menetang mereka adalah dua dari ketidakpastian yang akan terjadi di masa depan. Selama bertahun-tahun Mahmoud Abbas dan Ahmed Qureia menjadi anggota penting dalam barisan lama Yasser Arafat. Keduanya ikut dalam perjanjian damai Oslo pada tahun 1990an dan keduanya juga dilihat sebagai tokoh moderat.

Tahun lalu Mahmoud Abbas ditunjuk menjadi orang pertama untuk mengisi jabatan yang baru dibentuk, yaitu Perdana Menteri Palestina. Jabatan ini dirancang untuk melompati Yaser Arafat dan juga untuk memacu rencana perdamaian internasional yang disebut peta jalan damai.

Namun Mahmoud Abbas tak suka pekerjaan ini dan mengundurkan diri empat bulan kemudian. Ia digantikan oleh Ahmed Qureia, yang meneruskan kebiasaan sebelumnya dengan berdebat tak habis-habisnya dengan Arafat, walau tetap bertahan memegang jabatannya. Kini mantan perdana menteri dan perdana menteri saat ini menjadi calon kuat untuk menjadi Presiden Palestina. (bbc/cih)

 


Terkait