Daerah

Kiaiku, Program RMI Jember Kenang Pengurus NU

Sabtu, 21 Maret 2020 | 01:30 WIB

Kiaiku, Program RMI Jember Kenang Pengurus NU

Ini salah satu unggahan program ‘Kiaiku’ RMI Jember. Yaitu KH Muhammad Hasan Mudzhar, Katib Syuriyah PCNU Jember masa khidmah 2005-2007. (Foto: NU Online/Aryudi AR)

Jember, NU Online

Pengurus Cabang Rabhitah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI) Jember, Jawa Timur punya cara tersendiri untuk mengenang para tokoh sekaligus mengingatkan pesan-pesannya bagi masyarakat saat ini. Yaitu dengan mengunggah cuplikan kalimat yang bersangkutan di media sosial. Program yang bertitel ‘Kiaiku’ tersebut sudah berjalan sejak beberapa waktu lalu.

 

“Ya, itu (program Kiaiku) sudah berjalan, dan akan terus kami lakukan,” ucap Koordinator Bidang RMI-PCNU Jember, Gus Rabith Qoshidi kepada NU Online di kediamannya, kompleks Pondok Pesantren Nuris, Antirogo, Kecamatan Sumbersari, Jember, Jumat (20/3).

 

Menurutnya, program Kiaiku mengorbitkan kembali dawuh para kiai dan pengurus NU Jember yang telah wafat. Bentuknya adalah petikan kata-kata bijak yang bersangkutan dilengkapi dengan fotonya serta jabatannya di NU. Kiaiku diunggah secara rutin, baik di grup-grup WA maupun media sosial lain seperti facebook, twitter, dan instagram.

 

“Ternyata begitu banyak mutiara kata mereka yang bermanfaat, menyejukkan, dan perlu kita simak. Petuah-petuah mereka adalah tonggak dalam menjalankan organisasi (NU),” lanjutnya.

 

Gus Rabith menegaskan, setidaknya ada tiga manfaat dari program Kiaiku. Pertama, masyarakat bisa ingat kembali dengan tokoh bersangkutan, yang telah berjasa dalam membina umat. Kedua, menyebarkan anjuran atau kata-kata bijak mereka agar diresapi oleh pembaca. Dan ketiga, menyatukan kembali para keturunan mereka dalam wadah NU untuk berjuang bersama-sama membesarkan NU.

 

“Jadi kita bukan sekadar bernostalgia, tapi kita ingat orangnya sekaligus dawuh-nya,” tukasnya.

 

Meski kelihatan gampang, tapi tidak mudah-mudah amat untuk merealisasikan progran itu. Pasalnya, untuk mendapatkan kalimat bijak dari sosok yang dimaksud, harus mencari file lama yang boleh jadi sudah terkubur waktu. Apalagi dulu, pengarsipan data tidak semudah sekarang.

 

“Ya kami harus membuka file lama, apakah itu koran, buletin, majalah, atau bahkan cerita orang tentang kata-kata yang biasa diucapkan oleh kiai dimaksud saat berpidato,” ujar Gus Rabith.

 

Alumnus Universitas Al-Azhar,Cairo, Mesir itu menambahkan, menyegarkan kembali ingatan masyarakat tentang sosok kiai yang telah mengabdikan dirinya bagi NU adalah sebuah keniscayaan.

 

“Kenapa, karena NU besar berkat keringat dan perjuangan para leluhurnya,” pungkasnya.

 

Pewarta: Aryudi AR

Editor: Ibnu Nawawi