Fragmen

Mengungkap Organisasi Barisan Kiai dalam Perjuangan Kemerdekaan

Rabu, 2 September 2020 | 05:30 WIB

Mengungkap Organisasi Barisan Kiai dalam Perjuangan Kemerdekaan

Barisan Kiai pendiri Nahdlatul Ulama. (Ilustrasi: Tirto)

Para kiai pesantren merupakan komunitas pejuang yang sedari awal getol membangkitkan dan menggerakkan perjuangan rakyat sehingga muncul pergerakan nasional kemerdekaan dari sejumlah kalangan. Para kiai dikomandoi oleh KH Hasyim Asy’ari membangun pesantren, menanamkan spirit nasionalisme, dan menggerakkan perlawanan secara kultural.


Dalam pergerakan kemerdekaan, selain adanya Tentara Pembela Tanah Air (PETA), juga dikenal laskar santri yang sangat militan yaitu Laskar Hizbullah yang dipimpin KH Zainul Arifin dan Laskar Sabilillah yang dipimpin oleh KH Masjkur.


Abdul Mun’im DZ dalam Fragmen Sejarah NU (2017) menjelaskan bahwa para kiai pesantren selain bertugas memelopori dan menggerakkan perjuangan santri, juga mendirikan laskar tersendiri bernama Barisan Kiai. Laskar para kiai ini dipimpin langsung oleh KH Abdul Wahab Chasbullah (1888-1971).


Meskipun selama ini Barisan Kiai kurang tercatat secara detail, tetapi Mun’im merujuk pada penjelasan KH Saifuddin Zuhri dalam dua memoarnya, Berangkat dari Pesantren dan Guruku Orang-orang dari Pesantren, yakin Barisan Kiai dipimpin langsung oleh KH Wahab Chasbullah. Sedangkan bagaimana struktur organisasi serta bentuk gerakannya sama sekali tidak diungkap.


Sebagai Ketua Barisan Kiai, KH Wahab Chasbullah juga turun ke medan perang mendampingi para komandan Hizbullah dan Sabilillah di front Malang, Mojokerto, Magelang, termasuk Ambarawa, dan daerah-daerah lainnya. Dalam kondisi semangat yang membuncah untuk melepaskan diri dari penjajahan, para kiai menolak kompromi dalam bentuk apapun dengan kaum kolonial.


Meskipun peran para kiai begitu kental dan kentara bahkan menjadi incaran operasi para penjajah, tetapi keberadaan Barisan Kiai ini memang sangat dirahasiakan karena anggotanya terdiri dari para kiai sepuh di berbagai daerah yang memang tidak pernah muncul di permukaan.


Menurut Mun’im, bahkan di antara anggotanya ialah kiai yang sudah tua renta yang secara fisik sudah tidak bisa berjalan dan melihat, tetapi menjadi tokoh penggerak yang disegani, seperti Kiai Subchi Parakan yang dikenal dengan sebutan ‘kiai bambu runcing’. Kiai Subchi merupakan salah seorang keturunan dari pasukan Diponegoro.


Kelahiran Barisan Kiai ini tidak diketahui persis karena telah menjadi komitmen perjuangan yang sudah lama dalam diri para kiai pesantren. Terbukti ketika Nippon (Jepang) datang pada 1942 dan kemudian menangkapi para ulama, Kiai Wahab Chasbullah didampingi KH Wahid Hasyim kala itu menunjukkan keaktifannya membela para kiai yang dipenjara.


Kiai-kiai yang dipenjara Jepang ternyata bukan hanya berasal dari Jombang dan Surabaya, tetapi banyak kiai di Jawa Tengah seperti di Magelang, Banyumas, dan Wonosobo juga dipenjara. Selama empat bulan, kiai pendiri NU dan Ketua Barisan Kiai keliling Jawa mengobarkan semangat perlawanan dan membela mereka di pengadilan untuk membebaskan kiai yang ditahan.


Laskar santri Hizbullah dan Sabilillah yang dibentuk oleh KH Hasyim Asy’ari juga merupakan strategi yang dirintis sudah lama oleh Barisan Kiai. Sebab itu, dalam latihan kemiliteran Hizbullah di Cibarusa, Bogor, para kiai lah yang menjadi motivator mereka dalam setiap sesi latihan. Bahkan Mun’im mencatat, sertifikat kelulusan dalam latihan kemiliteran tersebut ditandatangani langsung oleh KH Hasyim Asy’ari, Rais Akbar NU dan Ketua Umum Majelis Syuro Muslimin saat itu.


Penulis: Fathoni Ahmad

Editor: Muchlishon