Fragmen

Saat NU Kirim Lembaga Misi Islam ke Pedalaman Papua

Senin, 26 Agustus 2019 | 08:00 WIB

Saat NU Kirim Lembaga Misi Islam ke Pedalaman Papua

KH Abdul Wahab Chasbullah saat memimpin Forum NU. (Dok. Perpustakaan PBNU)

Perhatian Nahdlatul Ulama bukan hanya tercurah untuk membebaskan Irian Barat (Papua) dari kolonialisme Belanda, tetapi juga dalam hal kemanusiaan secara luas. Terutama ketika upaya pembebasan tersebut terkendala problem-problem dalam negeri sehingga salah seorang pendiri NU, KH Abdul Wahab Chasbullah (1888-1971) memberikan masukan kepada Presiden Soekarno untuk memulihkan kondisi dalam negeri sebelum memutuskan untuk berperang melawan Belanda untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia.

Langkah penuh kesabaran dan perhitungan matang itu disebut strategi Cancut Tali Wondo yang diinisiasi KH Wahab Chasbullah. Dalam upaya memulihkan kondisi dalam negeri itu, tanah Irian Barat tidak lepas dari perhatian NU. Organisasi sosial keagamaan ini mengirimkan lembaga Misi Islam.

Abdul Mun’im DZ dalam KH Abdul Wahab Chasbullah: Kaidah Berpolitik dan Bernegara (2014) mencatat bahwa lembaga Misi Islam tersebut dikirim ke pedalaman rimba raya di Irian Barat. Mereka bertugas sebagai tenaga sukarelawan untuk misi kemanusiaan yang di antaranya membina masyarakat di pedalaman Irian Barat kala itu. Kiai Wahab Chasbullah dalam sumber tersebut menegaskan, jika rakyat Indonesia berani dan tegas, maka Belanda juga akan ketakutan.

Namun, spirit tersebut harus dibarengi dengan strategi matang dalam upaya pembebasan Irian Barat. Kiai Wahab segera menyampaikan sarannya kepada soekarno yang terkenal dengan istilah ‘Diplomasi Cancut Tali Wondo’ (lihat Choirul Anam Pertumbuhan dan Perkembangan NU, 2010). Maksudnya untuk mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah Indonesia diperlukan waktu untuk menggalang kekuatan lahir dan batin di segala bidang.

Ikhtiar lahir batin tersebut ialah urusan dalam negeri harus diselesaikan terlebih dahulu, kehidupan politik harus sehat, partai politik harus diberi jaminan untuk ikut berpatisipasi secara jujur dan adil, rakyat harus diangkat dari kungkungan kemiskinan, penghematan harus dilakukan di segala tingkatan, demokrasi harus berjalan dengan baik agar rakyat merasa tidak dibatasi.

Semua pertimbangan tersebut perlu dipikirkan dan dilaksanakan. Bagaimana bisa melakukan diplomasi secara jantan dengan pihak Belanda jika keadaan dalam negeri masih rentan, keropos, dan belum kondusif. Dari ikhtiar ini, Kiai Wahab menyatakan, ‘Diplomasi Cancut Tali Wondo’ memang memerlukan waktu karena pertimbangan keadaan dalam negeri.

Ternyata, saran Kiai Wahab tidak meleset. Pada mulanya, Belanada menganggap bahwa Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) tidak mempunyai kemampuan ofensif. Tetapi setelah persiapan sudah matang dan di antaranya dilakukan pembelian peralatan ofensif di Moskow pada 4 Januari 1961, barulah Belanda sadar bahwa kemampuan itu adalah soal waktu. Pada akhirnya, bebaslah Irian Barat dari tangan Belanda dan kembali ke pangkuan ibu pertiwi, Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Persoalan kesejahteraan negeri merupakan problem krusial yang menjadi perhatian NU kala itu, termasuk di Irian Barat. Saat rakyat Indonesia berjuang ingin membebaskan Irian Barat, para diplomat Barat dan para menteri Amerika Serikat menuduh bahwa bahwa usaha pengembalian Irian Barat hanya nafsu pribadi Bung Karno. Karena menurut mereka, usaha ini untuk mengalihkan isu kemiskinan dalam negeri yang tidak bisa diatasi, dengan membuat manuver dalam negeri.

Pernyataan tersebut dikutip oleh banyak media sehingga melemahkan spirit pembebasan Irian Barat saat itu. Karena itu Amerika juga tidak mau memberikan bantuan senjata untuk pembebasan Irian Barat. Di tengah polemik tersebut, Kiai Wahab Chasbullah menegaskan bahwa pengembalian Irian Barat bukan nafsu pribadi pemimpin besar seperti Bung Karno. Tetapi pada dasarnya merupakan tugas sejarah yang wajib dijalankan bangsa Indonesia.

Kiai Wahab Chasbullah menegaskan, setelah kemerdekaan berada di tangan, setelah berbagai pemberontakan dipadamkan, maka bangsa Indoensia sepenuhnya bisa merencakan politik secara keseluruhan. Bahkan kegiatan sosial dan ekonomi bisa didorong melalui politik sebagai instrumen untuk mewujudkan kesejahteraan rakya.

Langkah ini penting sebab merupakan bagian dari diplomasi Cancut Tali Wondo agar rakyat makmur, tidak dijerat rentenir, lintah darat, dan tidak pula dihisab oleh bangsa lain. Semuanya diperlakukan dengan adil sehingga tidak lagi muncul pemberontakan dan problem-problem lain yang menimpa rakyat Indonesia karena hal itu bisa melemahkan spirit perjuangan secara umum.

Penulis: Fathoni Ahmad
Editor: Abdullah Alawi