Kiai Hasyim Muzadi pernah kesal campur heran: mengapa di negari Muslim seperti Indonesia akhlak kadang tidak tampil sebagaimana seharusnya? Sementara di negeri-negeri non-Muslim di luar sana malah berlaku sebaliknya.
Ia lalu bercerita tentang pengalamannya membeli lampu di Jalan Surabaya, Jakarta, yang memang terkenal sebagai pusatnya barang-barang antik. Semakin kuno barang, semakin mahal.Â
âLampu yang kuno harganya Rp2,5 juta, nah kalau yang baru itu cuma seharga Rp 650 ribu,â kisahnya dalam sebuah momen ceramah.
âSaya bilang, saya minta yang kuno, Pak,â katanya kepada penjual lampu.
âOh, iya, Pak Haji. Ini tinggal satu yang kuno.â
Begitu lampu diterima, Kiai Hasyim segera tahu bahwa ciri-ciri lampu yang di tangannya itu sama sekali tidak menunjukkan barang kuno alias antik.Â
âLho ini kan baru, Pak, bukan kuno,â protes Kiai Hasyim.
Jawab penjual lampu, âHaduh sampean ini kok rewel, sampean biarkan saja, nanti lama-lama kuno sendiri.â
âMati aku,â Kiai Hasyim terkejut.
Mantan anggota Wantimpres ini pun akhirnya membayar lampu itu sebagaimana layaknya barang baru: Rp650 ribu.
âLho, Pak Haji, kurang ini uangnya,â kata pejual lampu.
âYa nanti sisanya kalau sudah kuno,â sahut Kiai Hasyim santai.
Obrolan si penjual lampu tiba-tiba beralih seperti basa-basi.Â
âBapak dari Sidoarjo ya?â Tanya si penjual lampu.
âBukan, saya dari Malang.â
âMalang mana?â
âItu kan di Malang ada Pondok Pesantren Al-Hikam, nah itu pondok saya,â
âWaduh, bapak ini Hasyim Muzadi toh? Kenapa bapak gak bilang, bisa kualat sayaâĤâ
âHaduhâĤ haduhâĤ Orang ini sebenarnya takut sama Allah atau sama Hasyim Muzadi?â Batin Kiai Hasyim. Â (Mahbib)