Nasional

Kepedulian Perempuan Muda terhadap Lingkungan Jadi Gerakan Nyata untuk Jaga Bumi

NU Online  ·  Ahad, 13 Juli 2025 | 07:00 WIB

Kepedulian Perempuan Muda terhadap Lingkungan Jadi Gerakan Nyata untuk Jaga Bumi

Pengurus LPBINU, Anwar Sjani dalam Acara Eco Dialogue Forum di Gor Pulau Tidung, Sabtu (12/7/2025) (Dok, IPPNU)

Jakarta, NU Online

Pengurus Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPBI PBNU) Anwar Sjani mengatakan bahwa kepedulian perempuan muda terhadap isu lingkungan bukan hanya sekadar simbol dalam gerakan perubahan iklim. Menurutnya, hal yang ditunjukkan oleh Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) sudah harus menjadi kekuatan nyata yang mampu membawa dampak signifikan dalam penyelamatan bumi.


“Perempuan-perempuan ini memang luar biasa hebat. Mereka aktif terlibat dan lebih peka terhadap isu-isu lingkungan dan sosial,” ujar Anwar dalam Acara Eco Dialogue Forum yang dilaksanakan di Gor Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, Jakarta pada Sabtu (12/7/2025).


Ia menyampaikan bahwa perempuan muda, termasuk IPPNU, turut mengambil peran dalam edukasi perubahan iklim, penanaman pohon, pengelolaan sampah, hingga Penguatan kapasitas tanggap bencana kepada seluruh perempuan di berbagai daerah.


Menurutnya, peran ini menjadikan perempuan muda tidak hanya hadir memberikan edukasi, tetapi juga memimpin aksi-aksi konkret tersebut. Sebab, kreativitas dan inovasi perempuan muda sering membawa perspektif baru dalam solusi keberlanjutan, seperti mengajak mendaur ulang sampah dan penanaman pohon di lingkungan sekitar.


“Karena kemajuan teknologi, perempuan-perempuan muda ini juga memanfaatkan media sosial untuk mengedukasi untuk peningkatan kesadaran lingkungan dengan cepat,” tambahnya.


Sementara itu, Kepala Pusat Pengembangan Generasi Pelestari Hutan Badan Penyuluh dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Kehutanan, Luckmi Purwandari menyampaikan bahwa, saat ini dunia menghadapi krisis lingkungan global. Krisis tersebut dikenal dengan istilah triple planetary crisis, yakni perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, dan polusi.


Menurutnya, semua pihak, perlu bergerak bersama dalam sebuah gerakan kolektif guna mewujudkan perubahan perilaku yang lebih ramah lingkungan.


“Kita semua harus menjadi bagian dari perubahan. Tidak hanya tahu, tetapi juga harus aktif berkontribusi,” ujarnya.


Luckmi mengajak generasi muda untuk terjun menjadi pelaku usaha yang ramah lingkungan (ecopreneur), baik melalui inovasi teknologi, penggunaan bahan baku, maupun produksi yang memperhatikan aspek keberlanjutan.


“Kewirausahaan berbasis ekonomi sirkular yang memanfaatkan sumber daya lokal dan kearifan lokal harus terus kita dorong,” ujarnya.


Perempuan muda, lanjutnya, memiliki potensi besar untuk menjadi tokoh penggerak percepatan aksi peduli lingkungan yang dimulai dari daerahnya. Mereka bisa menjadi inisiator terbentuknya komunitas-komunitas peduli lingkungan yang melakukan aksi nyata dan berkelanjutan.


“Contohnya adalah wirausaha pengolahan sampah dapur dan sampah pasar menjadi usaha budidaya maggot lalat, Black Soldier Fly. Usaha ini tidak hanya menciptakan lapangan pekerjaan baru, tetapi juga berkontribusi besar dalam mengurangi timbulan sampah, emisi gas rumah kaca, dan meningkatkan pendapatan masyarakat,” ucap Luckmi.


Melalui pendekatan ini, Luckmi berharap semakin banyak perempuan muda yang terlibat aktif sebagai agen perubahan dan pelopor lingkungan yang berkelanjutan. 


“Karena masa depan bumi ada di tangan kita semua, dan perempuan muda memiliki peran sentral dalam mewujudkannya,” ujarnya.