Internasional RAMADHAN DI LUAR NEGERI

Alasan Majikan di Hong Kong Khawatirkan BMI Berpuasa

Rabu, 23 Mei 2018 | 05:00 WIB

Alasan Majikan di Hong Kong Khawatirkan BMI Berpuasa

Aktivitas mengaji BMI Hong Kong

Oleh H Khumaini Rosadi

Ternyata hari Selasa 22 Mei kemarin adalah hari libur nasional bagi warga Hong Kong. Pantas saja, ribuan turis lokal dan asing memenuhi antrean di terminal bus bertingkat dua dan stasiun MTR atau Mass Transit Railway– kereta cepat di Hong Kong. Banyak lalu lalang turis yang berpergian, mengunjungi tempat-tempat hiburan di Hong kong, seperti Disney Land, Ocean Park, The Peak, Madame Tussaud dan lainnya.

Sebelum mengisi pengajian di Yuen Long, saya pun berkesempatan mampir ke Disney Land Hongkong. Tapi saya tidak masuk ke dalamnya. Hanya sekedar mencari spot foto-foto dan membuat vlog ceramah singkat di depan ikon Mickey Mouse. Padahal, cuaca di Hong Kong sekarang ini panas sekali, mencapai 35 derajat celcius. Pakaian saya basah berkeringat.Mengapa saya tidak masuk ke dalam Disney Land? Jawabnya, karena harga tiket masuk ke dalam Disney Land mencapai kisaran 600 DHK, atau jika dirupiahkan sekitar Rp1.080.675.Lumayan mahal.
 
(Baca: 170 Ribu BMI Semarakkan Ramadhan di Hong Kong)
Saya merlihat banyak Buruh Migran Indonesia (BMI) yang didominasi kaum perempuan, menggunakan waktu mereka untuk meningkatkan ibadah sambil menunggu buka puasa. Ada yang menyempatkan keliling kota Hong Kong, meskipun hanya sekedar berjalan-jalan di sekitar Victoria Park sampai Wanchai. Wanchai sendiri menjadi istimewa bagi para BMI yang tengah berpuasa, karena di sana ada menu takjil gratis yang disediakan oleh jamaah dan pengurus Masjid Ammar-Kowloon.

Saat ngabuburit, ada juga sebagian BMI lainnya yang menggunakan space-space kosong untuk mengadakan pengajian, seperti di halaman parkir, di bawah-bawah tangga, di taman-taman, dan tempat lainnya.

Banyaknya jumlah BMI di Hong Kong, menghadirkan bermacam-macam masalah dan cerita. Bu Rusmini, relawan yang mengantar saya dan BMI asal Malang bercerita dirinya sudah delapan tahun bekerja di Hong Kong. Ia hanya setia pada satu majikan, tidak pindah-pindah karena sudah cocok dengan majikan. Majikan pun senang dengan cara bekerjanya yang baik.

Tetapi sebentar lagi Bu Rusmini akan boyong ke Indonesia, pulang tidak kembali lagi ke Hong Kong. “Bersyukur menjadi BMI, karena di sinilah saya bisa belajar dan menambah ilmu agama,” katanya.

(Hong Kong Kota Majelis Taklim)
Tentang BMI lainnya, banyak lagi cerita menarik untuk disimak dan menjadi pelajaran. Ada  yang majikannya khawatir kalau berpuasa akan sakit. Ada yang majikannya khawatir meninggal jika asisten rumah tangganya berpuasa, akan meninggal. Pada dasarnya, kekhawatiran itu adalah bentuk perhatian dan sayang dari majikan.

Ada juga yang memberikan kebebasan pulang larut malam untuk tarawih bersama. Ada yang minta bukti foto kegiatan. Ada majikan yang memberi syarat yang penting pukul 23.00, BMI sudah pulang.

Ada juga majikan yang memasrahkan anaknya dibawa BMI ke pengajian, karena melihat anaknya semakin berperangai baik setelah ikut pengajian. Sampai anaknya hafal Al Fatihah dan doa-doa yaumiyah.

Tetapi  ada juga cerita pahit, BMI yang baru beberapa bulan bekerja merasa tidak betah, akhirnya pindah majikan. Bahkan ada yang kabur dari majikan. 

Saya semakin menyadari di sinilah dibutuhkan pencerahan untuk buruh migran dari para ustadz dan ustadzah. Pencerahan yang membuat mereka semangat dan tabah dalam bekerja dan beribadah. Para ustadz dan ustadzah harus mampu mengarahkan dan membimbing agar mereka istiqomah dan tetap menjalankan kewajiban dengan baik.

Penulis adalah Corps Dai Ambassador, Tim Inti Dai Internasional dan Multimedia (TIDIM) LDNU yang ditugaskan ke Hong Kong.