Internasional

Amandemen UU Kewarganegaraan India Menolak Imigran Muslim?

Senin, 16 Desember 2019 | 09:15 WIB

Amandemen UU Kewarganegaraan India Menolak Imigran Muslim?

Gelombang protes atas pengesahan UU Kewarganegaraan (CAB) di India yang memunculkan kontroversi. (Foto: AFP)

Jakarta, NU Online
Para mahasiswa dari Universitas Jamia Millia Islamia India menggelar pawai hingga berujung pada bentrokan dengan polisi. Belum jelas siapa yang memulai aksi kekerasan, namun batu-batu dilemparkan ke arah polisi yang kemudian membalas menggunakan gas air mata.

Sedikitnya tiga bus dan beberapa sepeda motor dibakar. BBC mencatat, sebanyak enam orang tewas selama enam hari aksi protes atas pengesahan Rancangan Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan (CAB) yang dinilai kontroversial.
UU itu menawarkan para imigran asal Bangladesh, Pakistan, dan Afghanistan yang masuk ke India tanpa dokumen resmi, menjadi warga negara India.

Dilaporkan wartawan BBC Anbarasan Ethirajan dari Delhi, Pemerintah India, yang perdana menteri dan menteri-menterinya berasal dari partai Hindu nasionalis, Partai Bharatiya Janata (BJP) berargumen, UU itu mengakomodasi mereka yang kabur akibat persekusi agama.

Namun, sebagian kalangan menuding UU itu adalah bagian dari agenda pemerintah untuk memarjinalkan umat Muslim sehingga melanggar prinsip-prinsip konstitusi India.

Awal pekan lalu, badan Hak Asasi Manusia PBB menyuarakan keprihatinan atas UU Kewarganegaraan yang dinilai diskriminatif.

Sementara itu, banyak masyarakat di negara bagian Assam, India berargumen bahwa orang-orang asing akan mengambil alih tanah dan pekerjaan mereka dan pada akhirnya mendominasi budaya dan identitas mereka.

Pemerintah India membantah bersikap bias agama. Mereka mengatakan, umat Muslim tidak tercakup dalam UU baru ini karena mereka bukanlah kaum minoritas sehingga tidak memerlukan perlindungan India.

Assam adalah salah satu daerah yang bereaksi negatif terhadap undang-undang yang baru tersebut. Sebab, UU itu akan mengizinkan orang-orang dari Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan mengajukan kewarganegaraan India.

UU itu berlaku bagi beberapa pemeluk agama, termasuk Hindu, Sikh, Kristen, Jain, Parsis dan Buddha. Islam tidak disebut dalam UU tersebut. Sehingga UU ini dinilai untuk menolak dan mengusir imigran Muslim yang masuk ke India.

Dalam RUU yang disetujui majelis tinggi pada Rabu (11/12) lalu tersebut, India menawarkan kewarganegaraan kepada kelompok agama minoritas dari tiga negara tetangga itu. Pemerintah India menyatakan peraturan akan memberi perlindungan bagi kaum minoritas yang mengalami persekusi agama.

Namun para kritikus melihat ini sebagai upaya partai berkuasa, Bharatiya Janata Party untuk meminggirkan kaum Muslim di India. Ketika dibahas di parlemen, RUU yang di dalam negeri dikenal dengan sebutan CAB tersebut mengundang protes di kawasan timur laut yang berbatasan dengan Bangladesh, karena warga di sana khawatir akan ‘serbuan’ imigran dari Bangladesh.

UU kewarganegaraan India yang sudah berusia 64 tahun melarang imigran gelap untuk menjadi warga negara. Peraturan ini akan diubah dengan CAB.

Imigran gelap didefinisikan sebagai orang asing yang masuk ke India tanpa paspor atau dokumen perjalanan yang sah, atau tinggal melebihi batas yang diizinkan.

Mereka bisa dideportasi atau dipenjara. Menurut UU lama, untuk melamar menjadi warga negara India seorang imigran harus tinggal di India atau bekerja untuk pemerintah federal sekurangnya 11 tahun.

Berdasarkan CAB, akan ada pengecualian bagi enam komunitas agama minoritas: Hindu, Sikh, Buddhist, Jain, Parsi dan Kristen, apabila mereka bisa membuktikan bahwa mereka berasal dari Pakistan, Afghanistan atau Bangladesh. Syarat untuk mereka diperpendek menjadi enam tahun, serupa dengan syarat untuk nonwarganegara yang ingin menjadi warga negara India.

Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Muchlishon