Internasional

Geliat Kehidupan Muslim di Chiang Mai Thailand

Senin, 20 Juni 2016 | 22:01 WIB

Geliat Kehidupan Muslim di Chiang Mai Thailand

Foto: ilustrasi/chiangmaipost.net

Chiang Mai, NU Online
Suasana masjid Hidayatul Islam di Chiang Mai, Thailand terlihat lengang baik saat pagi, siang maupun sore hari. Seolah tidak ada kegiatan yang berarti, meski sekarang adalah bulan Ramadlan. Hal tersebut tentu sangat berbeda dengan suasana masjid yang begitu ramai dan gegap gempita penuh dengan kajian Islam saat bulan Ramadlan.

Di sudut masjid, terlihat orang-orang melakukan beberapa aktivitas. Ada yang menata-nata meja dan kursi, ada yang memotong-motong daging, ada yang menumbuk bumbu-bumbu, dan ada yang menanak nasi. Semuanya sibuk dengan urusannya masing-masing. Mereka ini lah pengurus masjid yang bertugas untuk menyiapkan hidangan untuk buka puasa di masjid Hidayatul Islam atau biasa dipanggil dengan masjid Banhaw.

“Saat Ramadlan, kita menyediakan makanan saat dinner time (buka puasa),” kata salah satu pengurus masjid Banhaw, Pantewee Mapai Roje, kepada NU Online di Chiang Mai, Thailand, Sabtu (18/6).

Selain itu, terdengar juga suara-suara lirih anak kecil yang mengeja beberapa ayat Al Quran dari lantai tiga gedung masjid Banhaw.

“Kita juga ada Islamic school,” tegas Pantewee.

Menurut dia, sekolah Islam yang ada di masjid Banhaw tersebut memiliki lima tingkatan dan itu setara dengan sekolah dasar. Ada tiga puluh anak yang belajar dan tinggal di sekolah Islam tersebut. Semuanya laki-laki.

Di depan masjid terdapat gedung yang menjulang tinggi. Gedung tersebut memiliki lima lantai. Lantai pertama dibuat untuk ruang serba guna, termasuk tempat buka puasa bersama. Lantai kedua dipakai untuk ruang pertemuan dan ruang kelas. Lantai ketiga untuk perpustakaan, ruang kelas, dan ruang ustadz. Lantai ke empat adalah untuk ruang pertemuan dan ruang kelas. Sedangkan lantai lima difungsikan sebagai tempat tinggal santri dan lapangan olah raga.

Sekolah Islam tersebut dimulai sejak pukul Sembilan pagi dan selesai pada pukul satu siang. Mereka belajar nahwu, shorof, sirah nabawiyah, dan keilmuan Islam lainnya. 

Meski demikian, Pantewee menyebutkan bahwa perkembangan Islam di Chiang Mai berjalan begitu lamban. Baginya, ada dua hal yang menghambat dan menjadi persoalan bagi perkembangan Islam di Chiang Mai. 

Pertama, metode pengajaran. Laki-laki berambut perak tersebut menyanyangkan beberapa ustadz yang mengajarkan Islam dengan metode yang biasa-biasa saja. Sehingga hal tersebut kurang menarik perhatian anak-anak muda. 

Kedua, ajaran untuk menjadi orang yang egois. Pantewee juga menyanyangkan bahwa ada banyak ustadz yang melarang umat Islam untuk mengikuti dan berpartisipasi dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh komunitas non-muslim. 

“Mereka mengajarkan kita untuk menjadi orang yang egois,” pungkasnya. 

Ada tiga masjid di Chiang Mai, yaitu masjid Hidayatul Islam atau Banhaw, masjid Attaqwa, dan masjid Chang Khlan. (Muchlishon Rochmat/Fathoni)