Internasional

Kudeta Militer, Peneliti Asia Tenggara: Rakyat Myanmar Sulit Lakukan Perlawanan

Selasa, 2 Februari 2021 | 01:45 WIB

Kudeta Militer, Peneliti Asia Tenggara: Rakyat Myanmar Sulit Lakukan Perlawanan

Peneliti Minoritas Muslim di Asia Tenggara, Ahmad Suaedy. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) menyerukan perlawanan terhadap kudeta militer. Namun, hal ini sulit terwujud mengingat watak militer Myanmar yang sangat kejam. Seruan tersebut di antaranya dilakukan melalui media sosial.


Peneliti Asia Tenggara Ahmad Suaedy mengungkapkan hal tersebut saat dihubungi NU Online pada Selasa (2/2). Menurutnya, militer Myanmar tidak seperti Thailand dan Indonesia yang dapat menyelesaikan persoalan dengan pendekatan politik.


“Militer Myanmar belum pernah menyelesaikan masalah secara politik,” ungkap Suaedy.


Terbukti dengan sejumlah kementerian yang harus dipegang mereka, seperti Kementerian Pertahanan dan Kementerian Dalam Negeri. Tentu hal ini menyiratkan soal penindasan.


Suaedy melihat hampir tidak mungkin ada yang melakukan perlawanan. Kemenangan Pemilu Partai NLD mutlak. “Tetapi militer toh langsung membabad. Partai NLD tidak mungkin melawan besar-besaran,” jelas Dekan Fakultas Islam Nusantara Unusia Jakarta ini.


Menurutnya, perlawanan rakyat terhadap militer Myanmar sangat sulit dilakukan. Kalau pun bisa, hal yang paling memungkinkan, menurutnya, adalah adanya campur tangan luar negeri. Hal itu pun sangat sulit.


“Jadi, hanya dengan tekanan luar negeri ada kemungkinan. Tekanan luar negeri akan ikut melindungi gerakan rakyat,” katanya.


Ada beberapa pengalaman satu otoritarianisme bisa dijebol dengan dukungan dari luar negeri. Namun, kedekatan Myanmar dengan China juga, menurut Suaedy, menyulitkan dukungan terhadap rakyat yang pro terhadap demokrasi.


"Sejauh yang saya lihat, China tidak anti-militer. Ini dilemanya,” kata penulis buku Islam, Minorities, and Identity in Southeast Asia itu.


Oleh karena itu, ia menyampaikan gerakan internasional, Asia Tenggara, dan kaum Muslim mesti melakukan pembelaan terhadap Rohingya, tanpa harus memperkuat sektarianisme Islam.

 

“Kalau kita mengusung anti-buddhis justru akan merugikan Rohingya sendiri,” ucap pria yang juga menjabat sebagai Komisioner Ombudsman RI ini.


Suaedy menjelaskan bahwa ada dua ancaman sekaligus dari Rohingya bagi militer, yakni etnis minoritas yang menempati suatu wilayah tertentu dan Islam.


Sementara itu, ia juga melihat dua arus besar di tengah masyarakat yang membuat Aung San Suu Kyi diam tak berkutik, yakni militer yang selalu mengawasi dan para pemuka agama yang mengusung sektarianisme, terutama anti-Islam. Ia tidak memberikan dukungan terhadap Rohingya.


“Selama ini, dia diam seribu bahasa terhadap Rohingya. Genosida alasan agama juga alasan militer,” jelas Sueady.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad