Internasional

OKI Tegaskan Tidak Ada Normalisasi Hubungan dengan Israel

Selasa, 25 Agustus 2020 | 14:00 WIB

OKI Tegaskan Tidak Ada Normalisasi Hubungan dengan Israel

OKI menyatakan tidak ada normalisasi hubungan dengan Israel selama Israel tidak mengakhiri pendudukan di tanah Palestina dan Arab. (Foto: SPA via Arab News)

Riyadh, NU Online
Sekretaris Jenderal Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Yousef al-Othaimeen, menegaskan tidak ada normalisasi hubungan antara negara-negara anggota OKI dengan Israel. Hal itu akan berlangsung sampai negeri Zion itu menghentikan menghentikan dan mengakhiri pendudukannya di tanah Palestina dan Arab.


"Membangun hubungan normal antara negara-negara anggota OKI dan negara pendudukan Israel tidak akan tercapai hingga akhir pendudukan Israel atas tanah Arab dan Palestina yang diduduki sejak 1967, termasuk al-Quds (Yerusalem)," kata al-Othaimeen, dilansir laman kantor berita Anadolu, Senin (24/8).


Dia menekankan bahwa urusan Palestina adalah persoalan utama bagi OKI. Menurutnya, Inisiatif Perdamaian Arab yang diluncurkan pada 2002 adalah pilihan strategis dan rujukan bersama untuk menyelesaikan konflik Arab dan Israel. 


Sebagaimana diketahui, inisiatif tersebut disahkan pada saat Konferensi Tingkat Tinggi OKI di Beirut, Lebanon, pada 2002 lalu. Salah satu klausul dalam inisiatif tersebut mengusulkan pembentukan hubungan normal antara negara-negara Arab dan Israel, dengan syarat Israel harus menghentikan harus menarik diri dahulu dari semua wilayah yang didudukinya sejak 1967. Israel beberapa kali menyatakan menolak inisiatif tersebut dan meminta agar inisiatif tersebut diubah secara mendasar.  


Di tempat lain, Perdana Menteri Maroko Saad Dien El-Otmani juga menolak untuk melakukan normalisasi hubungan dengan Israel pada Ahad (23/8) waktu setempat. Menurutnya, normalisasi hubungan dengan Israel akan membuat negeri Zion itu semakin semena-mena terhadap rakyat Palestina. 


"Kami menolak segala bentuk normalisasi dengan entitas Zionis karena itu (normalisasi) membuatnya berani untuk semakin berani melanggar hak-hak rakyat Palestina," kata El-Otmani, seperti diberitakan Reuters, Senin (24/8).

 

Sebelumnya, UEA dan Israel mencapai kesepakatan untuk menormalisasi hubungan pada Kamis (3/8) lalu. Kesepakatan yang disebut dengan 'Kesepakatan Abraham' itu diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang juga sebagai penengahnya. Dengan demikian, UEA menjadi negara Arab ketiga yang mencapai kesepakatan seperti itu, setelah Yordania (1994) dan Mesir (1979).


Otoritas Palestina menolak dan mengecam kesepakatan damai antara UEA dan Israel. Mereka menganggap kesepakatan sebagai sebuah pengkhianatan terhadap Yerusalem, Masjid Al-Aqsa, dan perjuangan Palestina.


Otoritas Palestina mendesak UEA agar segera menarik diri dari ‘kesepakatan yang memalukan’ itu. Palestina juga memperingatkan agar negara-negara Arab lainnya tidak tunduk dengan Amerika Serikat (AS) dan mengikuti jejak UEA.


Pewarta: Muchlishon
Editor: Kendi Setiawan