Lingkungan

Harapan Warga Terdampak Kebakaran Hutan Gambut

Kamis, 11 April 2019 | 08:00 WIB

Siak,  NU Online
Kebakaran  hutan yang terjadi 4 tahun lalu (2015) di Provinsi Riau, sungguh mengerikan. Tidak hanya menghanguskan ribuan hektar lahan gambut, tapi juga menelan sejumlah korban jiwa. Warga sekitar, terserang sesak nafas dan tidak dapat beraktifitas akibat asap tebal yang menyelimuti udara. Apalagi asap itu membuat perih di mata. 

Kendati puncak kebakaran terjadi di Kabupaten Kepulauan Meranti dan Kota Dumai,  namun tidak sedikit masyarakat Kabupaten Siak yang juga terpapar dampak buruk dari kebakaran itu. 

Salah satunya adalah Marwati.  Wanita berusia 37 tahun asal Dusun Jatimulya, Desa Jatibaru Kabupaten Siak ini merasakan langsung dampak kebakaran di wilayah itu.  Menurutnya, selama hampir 6 bulan dirinya tidak beraktifitas karena takut menghirup gas beracun yang mengudara di lingkungannya.  Anak-anaknya juga diliburkan dari sekolah selama lima bulan. Karena trauma, iapun pernah berpikir untuk pindah tempat tinggal guna menghindari bahaya dari kebakaran. 

"Iya Mas ini sangat sedih,  kita tidak bisa ngapa-ngapain.  Kita cuma bisa pasrah sambil berdoa sama Yang Kuasa," ujarnya saat ditemui NU Online di kediamannya di Jatimulya, Siak, Rabu  (10/4). 

Marwati  berharap agar pemerintah tidak lalai sedikitpun untuk berusaha menjaga lahan gambut agar tidak terbakar guna keselamatan lingkungan dan jutaan manusia.  Yang paling ditakutkan, katanya, adalah gas beracun  yang keluar dari gambut yang terbakar, konon sangat membahayakan  kesehatan manusia. 

"Kami juga diingatkan terus.  Tapi ya bagaimana,  kita sedih dan bosan jika tidak ada aktifitas seperti biasa, " tuturnya.
Iapun bertekad akan terus berupaya untuk mengajak masyarakat agar menajga lingkungan sehingga tidak terjadi lagi kebakaran hutan di kawasan gambut. 

Harapan Marwati mendapat respon dari Ketua Badan Restorasi Gambut Republik Indonesia (BRG RI), Nazir Foead. Menuruttnya, pemerntah (BRG) pasti melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan dan mengelola gambut. Namun masyarakat tidak bisa menyandarkan sepenuhnya soal keamanan gambut kepada pemerintah. 

“Pokok  masalahnya ada di prilaku masyarakat.  Karena sekuat apapun usaha BRG, sementara masyarakat enggan mengubah kebiasaan buruk terhadap lingkungan, kebakaran akan tetap terjadi,” ujarnya. (Abdul Rahman Ahdori/Aryudi AR),