Nasional

5 Keutamaan Puasa Muharram: dari Puasa Paling Utama hingga Pelebur Dosa

Kamis, 20 Juli 2023 | 15:00 WIB

5 Keutamaan Puasa Muharram: dari Puasa Paling Utama hingga Pelebur Dosa

Ilustrasi: salah satu sudut bangunan Masjid Istiqlal Jakarta. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Memasuki tahun baru hijriah, umat Islam disunnahkan menjalankan ibadah puasa Muharram. Puasa ini dianjurkan langsung Rasulullah saw dalam haditsnya. Puasa ini disunnahkan mulai tanggal 1 hingga 10 atau 11 Muharram.


Setidaknya, ada lima keutamaan yang bisa diperoleh dari menjalankan ibadah puasa Muharram ini. Hal tersebut sebagaimana dikutip dari Ustadz Ahmad Muntaha dalam tulisannya di NU Online berjudul Panduan Puasa Muharram: Tata Cara, Hukum, dan Keutamaannya pada Kamis (20/7/2023).


Pertama, puasa Muharram merupakan puasa paling utama. Hal ini sebagaimana disebutkan Rasulullah saw dalam sebuah haditsnya, “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah, Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR Muslim).


Kedua, puasa Muharram ini juga memiliki keutamaan karena bulan pertama ini termasuk ke dalam empat bulan-bulan mulia atau al-asyhurul hurum, selain Rajab, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah. Rasulullah saw menganjurkan kita untuk berpuasa di empat bulan mulia itu sebagaimana disampaikan dalam sebuah haditsnya yang diriwayatkan Imam Abu Dawud dan Imam Ibnu Majah. "Puasalah bulan Sabar (Ramadhan) dan tiga hari setelahnya, dan puasalah pada bulan-bulan mulia.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah dan selainnya).


Ketiga, puasa sehari dalam bulan Muharrram pahalanya sama dengan puasa 30 hari. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Orang yang berpuasa pada hari Arafah maka menjadi pelebur dosa dua tahun, dan orang yang berpuasa sehari dari bulan Muharram maka baginya sebab puasa setiap sehari pahala 30 hari puasa’.” (HR at-Thabarani dalam al-Mu’jamus Shaghîr. Ini hadits gharîb namun sanadnya tidak bermasalah).


Keempat, khusus hari Asyura pada tanggal 10 Muharram, puasanya akan menjadi pelebur dosa setahun yang telah lewat. Hal ini sebagaimana termaktub dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah, “Sungguh Rasulullah saw bersabda pernah ditanya tentang keutamaan puasa hari Asyura, lalu beliau menjawab: ‘Puasa Asyura melebur dosa setahun yang telah lewat’.” (HR Muslim).


Kelima, puasa di hari Tasu’a pada 9 Muharram dan puasa 11 Muharram menjadi pelengkap puasa Asyura pada 10 Muharram sekaligus menjadi pembeda umat Islam dengan umat Yahudi yang sama-sama berpuasa di hari Asyura. Hal ini sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dari Ibnu Abbas, “Puasalah kalian pada hari Asyura dan bedakan dengan kaum Yahudi, puasalah kalian sehari sebelum atau sesudahnya.” (HR Ahmad)


Ustadz Muntaha juga menjelaskan baahwa Rasulullah saw di akhir hayat memang suka membedakan ritual umat Islam dengan umat Yahudi. Dalam konteks ini, lanjutnya, al-Hafidh Ibnu Hajar mengatakan tingkatan puasa Asyura itu ada tiga: satu, puasa hari Asyura saja.


Dua, puasa Asyura disertai puasa Tasu’a. Tiga, puasa Asyura disertai puasa Tasu’a dan puasa 11 Muharram. Hal ini sebagaimaan diterangkan Imam Ahmad bin Ali bin Hajar Al-‘Asqalani dalam kitab Fathul Bâri Syarhu Shahîhil Bukhâri.