Akademisi Nilai Sekolah Rakyat Berpotensi Jadi Lembaga Pendidikan Kelas Dua
NU Online · Ahad, 3 Agustus 2025 | 19:30 WIB

Suasana Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) Pangudi Luhur Kota Bekasi, Jawa Barat. (Foto: NU Online/Suwitno)
Ahmad Solkan
Kontributor
Jakarta, NU Online
Program Sekolah Rakyat (SR) yang digulirkan pemerintah berpotensi menimbulkan stigma sebagai lembaga pendidikan kelas dua. Hal ini disampaikan oleh akademisi yang menyoroti aspek legalitas, kualitas pengajar, hingga stereotip sosial yang mungkin muncul.
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga Danang Sigit W menilai SR bisa dipandang sebagai sekolah untuk anak tidak mampu apabila hanya menerima siswa dari kalangan masyarakat miskin. Kondisi ini dikhawatirkan menimbulkan label negatif bahwa SR merupakan sekolah kelas dua.
“Namun, cara pandang terhadap hal ini sangat tergantung pada bagaimana Sekolah Rakyat diposisikan dan dikelola dalam masyarakat,” ujarnya saat diwawancarai NU Online pada Ahad (3/8/2025).
Ia menuturkan, ada beberapa pendekatan yang dapat menghindarkan SR dari stereotip tersebut.
Pertama, penekanan pada aspek nilai dan kualitas. Menurutnya, apabila SR dikenal sebagai lembaga pendidikan bermutu, inovatif, dan memiliki penanaman nilai karakter yang kuat, maka citra sekolah tersebut akan dikaitkan dengan kualitas dan idealisme, bukan latar belakang ekonomi siswa.
Kedua, pentingnya branding. Secara istilah, nama Sekolah Rakyat mempunyai nuansa historis dan ideologis apabila dikaitkan dengan pendidikan kerakyatan ala Ki Hadjar Dewantara. Nilai kemandirian, gotong royong, dan pembebasan perlu dikuatkan agar SR dapat dipandang sebagai model pendidikan alternatif progresif.
Ketiga, keterbukaan sosial. Menurut Danang, SR sebaiknya membuka diri dengan menerima siswa dari berbagai latar belakang ekonomi, meski tetap memprioritaskan siswa dari keluarga tidak mampu. Hal ini akan memicu relasi sosial yang inklusif.
“Ketika SR menjadi ruang belajar bersama lintas kelas sosial, stereotipe akan memudar,” paparnya.
Keempat, menjalin kolaborasi dengan komunitas dan lembaga lain. SR, kata Danang, perlu bermitra dengan universitas, NGO, atau tokoh publik agar tidak terkesan hanya sebagai sekolah penampung anak dari keluarga miskin.
“SR bisa memperkuat posisinya sebagai bagian dari gerakan sosial, bukan hanya penampung siswa dari keluarga miskin,” tuturnya.
Kelima, menumbuhkan kebanggaan, bukan rasa malu. SR, lanjutnya, harus mampu melahirkan siswa yang berpikir kritis, memiliki empati sosial, serta keterampilan hidup yang kuat.
“Ini tugas semua pihak dari guru, pengelola, alumni, hingga masyarakat untuk membangun kebanggaan itu,” katanya.
Sementara itu, Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Nasiruddin menyoroti aspek implementasi program tersebut.
Ia menyebut, dalam hal legalitas, SR belum memenuhi standar pendidikan formal nasional sehingga berpotensi membingungkan peserta didik terkait pengakuan ijazah maupun jenjang karier di masa depan.
“Yang berpotensi membingungkan peserta didik terkait pengakuan ijazah dan jenjang karier ke depan,” jelasnya.
Selain itu, Nasiruddin juga menilai kualitas pengajar SR belum merata dan metode pembelajaran terlalu menekankan aspek informal. Kondisi ini dikhawatirkan melahirkan kualitas pendidikan yang rendah.
Ketidakseragaman standar tersebut, menurutnya, berpotensi menjadikan SR sebagai pelarian tanggung jawab negara dalam membenahi sistem pendidikan formal yang inklusif dan bermutu.
“Oleh karena itu, meskipun niatnya baik, SR harus dievaluasi secara mendalam agar tidak menjadi solusi semu atas persoalan pendidikan di Indonesia,” ujarnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menyiapkan Bekal Akhirat Sebelum Datang Kematian
2
Khutbah Jumat: Tetap Tenang dan Berpikir jernih di Tengah Arus Teknologi Informasi
3
Resmi Dilantik, Berikut Susunan Lengkap Pengurus PP ISNU Masa Khidmah 2025-2030
4
Ramai Bendera One Piece, Begini Peran Bendera Hitam dalam Revolusi Abbasiyah
5
Pemerintah Umumkan 18 Agustus 2025 sebagai Hari Libur Nasional
6
Innalillahi, Menag 2009-2014 Suryadharma Ali Meninggal Dunia
Terkini
Lihat Semua