Nasional

Alissa Wahid Ungkap Sejumlah Faktor Pemicu Terjadinya KDRT

Jumat, 20 September 2024 | 12:15 WIB

Alissa Wahid Ungkap Sejumlah Faktor Pemicu Terjadinya KDRT

Ketua PBNU Alissa Wahid dalam Seminar Nasional yang digelar LKK PBNU di Hotel Yuan Garden, Jakarta, Kamis (19/9/2024). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hj Alissa Wahid mengungkapkan sejumlah faktor pemicu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Faktor itu dapat mengakibatkan gangguan kekerasan mental, fisik, maupun ekonomi.


“KDRT sumbernya itu ada beberapa, tetapi bentuknya bisa bermacam-macam,” ungkapnya dalam acara Seminar Nasional Penguatan Calon Pengantin Dalam Perspektif Keluarga Maslahat: Pencegahan dan Penanganan KDRT di Hotel Millenium, Jakarta Pusat pada Kamis (19/9/24).


Faktor pertama yang menjadi pemicu KDRT adalah tiap-tiap pasangan dinilai tidak mampu saling memberdayakan. Hal itu terjadi pada setiap pasangan yang berpikiran menang-kalah, bukan sama-sama menang. Dalam konteks NU, tindakan seperti itu melanggar lima prinsip dasar syariat atau maaqashis syari’ah.


“Jadi, ketidakmampuan untuk saling memberdayakan itu muncul dari pemikiran win-lose, tidak berani memperjuangkan harkat dan martabatnya, dan terlalu menjunjung tinggi kepentingan pelaku kekerasaan,” lanjutnya.


Faktor pertama jika diabaikan akan merambat menjadi faktor kedua, yakni relasi kuasa. Bagi Alissa, relasi kuasa berbeda dengan kepemimpinan yang meniscayakan adanya kebijaksanaan, perhatian, dan kejujuran dalam memimpin.


“Nah itu larinya ke yang kedua, relasi kuasa. Siapa yang lebih berkuasa, yang satunya harus lebih tunduk sepenuhnya menerima diperlakukan apa saja,” katanya.


Selanjutnya, ada faktor kesiapan mental dan intelektual yang rendah dari tiap-tiap pasangan, sekaligus kurangnya pembekalan bagi para calon pengantin oleh lembaga-lembaga tekait.


Senada, Sekretaris Forum Pengada Layanan (FPL) Siti Mazumah menyampaikan bahwa untuk menghambat laju KDRT, calon pengantin dianjurkan memilih pasangan dengan baik.


Di samping itu, perjanjian sebelum menikah juga perlu dilakukan. Siti mengatakan, setelah menangani banyak kasus, ia menemukan tidak sedikit kasus rumah tangga yang rumit karena tidak adanya kesepakatan pranikah.


Langkah itu penting diperhatikan karena KDRT bukan saja kekerasan fisik melainkan kekerasan psikis, lebih-lebih kekerasan psikis bisa berakibat kepada kekerasan fisik.


“Karena kekerasan psikis dapat membawa kepada kekerasan fisik,” katanya.