Nasional

Bersama Multi-Pihak, Lakpesdam NU NTB dan Fatayat NU Susun Rencana Pencegahan Perkawinan Anak

Sabtu, 27 Juli 2024 | 09:09 WIB

Bersama Multi-Pihak, Lakpesdam NU NTB dan Fatayat NU Susun Rencana Pencegahan Perkawinan Anak

Sesi foto bersama dalam Pertemuan Koordinasi Multi-Stakeholder yang digelar Lakpesdam PWNU NTB bersama PC Fatayat NU Lombok Utara dengan dukungan Program INKLUSI pada Kamis (25/7/2024).

Lombok Utara, NU Online

Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Nusa Tenggara Barat bersama Pimpinan Cabang (PC) Fatayat NU Kabupaten Lombok Utara, dengan dukungan Program INKLUSI, mengadakan pertemuan koordinasi multi-stakeholder, Kamis (25/7/2024).


Pertemuan ini bertujuan mengidentifikasi permasalahan dan tantangan dalam pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Lombok Utara. Selain menyusun peta masalah, pertemuan tersebut juga menyepakati agenda advokasi bersama yang akan dikawal oleh Koalisi Pencegahan Perkawinan Anak (PPA) menuju Kabupaten Lombok Utara Nol Perkawinan Anak.


"Pertemuan koordinasi multi pihak ini merupakan kelanjutan dari pembentukan Koalisi Pencegahan Perkawinan Anak pada 10 Juli 2024 lalu," ungkap Ketua Lakpesdam PWNU NTB Muhammad Jayadi.


Melalui pertemuan ini, pihaknya ingin menghimpun dan menyusun daftar inventaris masalah dan tantangan pencegahan perkawinan anak yang dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat, sehingga rencana aksi bersama yang sudah disusun oleh anggota koalisi menjadi lebih tajam dan lengkap.


"Dengan begitu, rencana advokasi lebih fokus, terarah, dan sinergi antara NGO dan Pemerintah Daerah yang tergabung dalam koalisi," jelas Jay, sapaan akrabnya.


Hal ini disambut baik oleh stakeholder terkait, salah satunya Sekretaris Dinas P2KBPMD Lombok Utara Yuni Kurniawati. Menurutnya, angka perkawinan yang tinggi di Kabupaten Lombok Utara disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat terkait batas usia perkawinan, serta bahaya dan dampaknya.


Kemudian masih banyak keluarga, tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh budaya yang belum mendapatkan informasi terkait bahaya perkawinan anak. Mereka meminta pertemuan dengan pemerintah untuk mendapatkan penjelasan tentang pengaturan perkawinan anak.


"Saya berharap forum ini bisa menginisiasi pertemuan yang mengumpulkan tokoh adat dan tokoh agama dengan pemimpin daerah untuk memberikan edukasi dan penjelasan terkait larangan perkawinan anak," harap Yuni.


Sementara itu, Sri Budi Utami dari LPSDM Lombok Utara menambahkan, permasalahan perkawinan anak dipicu oleh penegakan hukum yang belum maksimal, ketahanan keluarga dan anak yang mulai melemah, pola asuh yang kurang baik, pengaruh media sosial dalam keseharian anak-anak, serta kurangnya ruang kreativitas dan aktivitas anak di desa.


Dari hasil pemetaan masalah tersebut, forum bersepakat untuk melakukan agenda advokasi bersama, antara lain:


1. Memperbanyak dan memasifkan kegiatan sosialisasi pencegahan perkawinan anak di semua level secara berkelanjutan, mengadakan audiensi dengan aparat kepolisian untuk memaksimalkan penegakan hukum termasuk penguatan APH terkait pencegahan perkawinan anak.


2. Mempertemukan pemimpin formal dengan tokoh adat untuk peningkatan pengetahuan regulasi terkait PPA, mengadakan audiensi dengan TPAD dan advokasi KUA-PPAS tahun 2025.


3. Mendorong percepatan penetapan Raperda pencegahan perkawinan anak oleh DPRD, serta mempromosikan tokoh atau aktor yang memiliki praktik baik dalam pencegahan perkawinan anak.


Pertemuan koordinasi multi pihak ini dilaksanakan di Lesehan Angkringan Balap, Desa Medana, Kecamatan Tanjung, dan dihadiri oleh 30 peserta dari perwakilan dinas/instansi dan NGO yang tergabung dalam Koalisi PPA untuk Kabupaten Lombok Utara Nol Perkawinan Anak.