Nasional

BPJS Harus Perjelas Warga yang Berhak Menerima Subsidi Kesehatan

Selasa, 5 November 2019 | 10:05 WIB

BPJS Harus Perjelas Warga yang Berhak Menerima Subsidi Kesehatan

Akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Karuniana Dianta Arfiando Sebayang. (Foto: FB Dianta Sebayang)

Jakarta, NU Online
Pemerintah Pusat melalui Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2019 resmi menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebesar 100 persen. Aturan itu berlaku untuk semua peserta BPJS Kesehatan baik peserta bukan penerima upah maupun peserta bukan pekerja.

Aturan kenaikan yang diteken Presiden Joko Widodo pada Kamis (24/10) lalu itu merupakan perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Besaran iuran yang harus dibayar masyarakat antara lain Rp 42.000 per bulan untuk kelas III, Rp 110.000 per bulan untuk kelas II, dan Rp 160.000 per bulan untuk kelas I.

Pro dan kontra di masyarakat terjadi, sebagian kalangan menilai kebijakan pemerintah tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan berpotensi mencekik masyarakat terutama mereka yang hidup serba pas-pasan.

Menanggapi hal itu, Akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Karuniana Dianta Arfiando Sebayang mengatakan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan harus mampu memperjelas siapa yang berhak menerima subsidi kesehatan dari pemerintah. 
 
Untuk itu harus ada pendataan kepada masyarakat kurang mampu agar bantuan pemerintah melalui BPJS tersebut tepat sasaran.

“Yang harus diperjelas adalah siapa yang berhak mendapatkan subsidi oleh pemerintah. Didata, siapa yg tidak mampu. Karena jangan sampai yang disubsidi adalah golongan yang mampu,” kata Karuniana Dianta Arfiando Sebayang dihubungi NU Online di Jakarta, Selasa (5/11) sore.

Menurut Dianta, panggilan akrabnya, keberadaan BPJS Kesehatan sangat membantu 134 juta masyarakat Indonesia atau setengah dari penduduk Indonesia. Makanya, jika ada kebijakan baru terkait BPJS Kesehatan pemerintah wajib memperbaiki layanan BPJS.

“Itu baru next level. Kalau sudah membayar, sudah wajib memperbaiki layanan BPJS. Jangan sampai pengguna BPJS dipersulit mendapatkan akses kesehatan, seperti dokter, ruang inap, maupun obat,” katanya menambahkan.

Paling penting, kata Dosen di Fakultas Ekonomi UNJ ini, pemerintah harus segera menyosialisasikan siapa yang berhak mendapat subsidi BPJS dari pemerintah melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Kemudian, mendata ulang peserta BPJS kesehatan, melakukan konsolidasi atau merger antara BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dan menjaga kualitas pelayanan rumah sakit.

“Selain itu Akreditasi Rumah Sakit, jangan sampai terjadi inefisiensi rumah sakit,” tuturnya.

Hal lain misalnya, pembayaran dari BPJS langsung kepada dokter, perawat, produsen obat dan terkahir ke rumah sakit. 

Dianta mengungkapkan, selain soal BPJS Kesehatan pemerintah pun harus mencegah masyarakat dari ancaman berbagai penyakit melalui sosialisasi hidup sehat kepada masyarakat langsung.

Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Fathoni Ahmad