Nasional

Epidemiolog: Ketersediaan Vaksin di Indonesia Terbatas

Sabtu, 23 Januari 2021 | 11:30 WIB

Epidemiolog: Ketersediaan Vaksin di Indonesia Terbatas

Dr Syahrizal, Epidemiolog NU. (Foto: NU Online/Witno)

Jakarta, NU Online
Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) dr Syahrizal Syarif menyatakan, saat ini terdapat tiga juta vaksin Sinovac siap pakai di Indonesia. Sementara masih ada sekitar 15 juta yang dalam bentuk vaksin curah.


“Artinya Bio Farma harus mengolah itu, nanti dimasukkan ke dalam botol dan ada media untuk pengencer, lalu dibutuhkan waktu kurang lebih 3 bulan. Jadi memang ketersediaan vaksin di Indonesia sampai tiga bulan ke depan masih relatif sangat terbatas. Karena hanya ada 18 juta,” ungkapnya dalam sebuah webinar, Jumat (22/1) kemarin. 


“Sementara Amerika sampai hari ini sudah melakukan vaksinasi kurang lebih kepada 16 juta sasaran. Mereka tidak ada persoalan soal ketersediaan vaksin,” lanjut dr Syahrizal.


Ia menambahkan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyarankan, ketika vaksin terbatas maka sebaiknya diberikan dulu kepada tenaga kesehatan dan orang lanjut usia (lansia) beserta komorbid. 


“Tetapi (kebijakan vaksinasi) pemerintah Indonesia sampai hari ini tidak berubah. Mereka tetap memberikan vaksin Sinovac untuk orang berusia 18-59 tahun. Ini kebijakan yang sangat saya sayangkan,” katanya. 


Dikatakan dr Syahrizal, pemerintah Indonesia sudah menyatakan bahwa lansia akan mendapatkan vaksin dari AstraZeneca dan Pfizer, yang baru akan datang sekitar April 2021 mendatang.


“Padahal, tidak ada satu pun produsen vaksin di dunia yang menyatakan bahwa vaksinnya itu tidak aman untuk lansia. Tidak ada satu pun,” tegas Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Kesehatan ini. 


Tujuan vaksin
Lebih lanjut, dr Syahrizal menegaskan bahwa tujuan utama vaksin adalah untuk menurunkan beban pelayanan kesehatan dan angka kematian. Karena itu, ia tetap mendorong pemerintah untuk mendahulukan pemberian vaksin kepada kelompok lansia dan komorbid yang tidak berat. 


Selain itu, sekalipun sudah ada vaksin sebagai salah satu ikhtiar untuk menurunkan angka kematian, dr Syahrizal tetap mengimbau agar masyarakat senantiasa menjalankan protokol kesehatan dengan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. 


“Sedangkan pemerintah tetap harus menjalankan 3T (testing, tracing, treatment). Kita nanti akan melihat dampak dari vaksinasi itu sekitar enam bulan setelah pemberian vaksinasi. Atau yang disebut dengan vaccine effectiveness,” terangnya. 


Dikutip dari situs resmi Presiden RI, pemerintah telah mengamankan 426 juta dosis vaksin untuk masyarakat yang berasal dari empat perusahaan dan negara yang berbeda. Presiden Joko Widodo merinci, vaksin akan datang sebanyak kurang lebih tiga juta pada Januari 2021. 


Kemudian pada Februari nanti akan tiba 4,7 juta dosis vaksin, Maret sebanyak 8,5 juta, April 16,6 juta, Mei 24,9 juta, dan pada Juni nanti akan tersedia sekitar 34,9 juta dosis vaksin. “Itu di dalam perencanaan yang telah kita buat, meskipun bisa berubah lebih banyak lagi kita harapkan,” kata Kepala Negara.


Dengan vaksinasi massal ini, Jokowi berharap akan muncul kekebalan komunal sehingga risiko penyebaran Covid-19 akan berhenti dan kegiatan perekonomian akan sepenuhnya pulih kembali.


“Inilah kerja besar yang ingin kita kerjakan dan kita meminta kesadaran kita semuanya, meskipun nantinya sudah divaksin, saya minta protokol kesehatan tetap harus dijalankan dengan ketat sampai seluruh dunia kembali normal tanpa pandemi,” tandasnya.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Musthofa Asrori