Judol dan TPPO Lintas Negara Marak, F-Buminu Sarbumusi Desak Penguatan Diplomasi dan Patroli Siber
NU Online · Kamis, 24 April 2025 | 15:00 WIB

Sekretaris PP F-Buminu Sarbumusi Nur Harsono dalam Dialog Nasional bertajuk Transformasi Digital, Jeratan Scammer Judi Online Lintas Negara, dan Upaya Penyelamatan PMI/WNI Bermasalah sebagai Korban TPPO dari Luar Negeri yang digelar di Gedung PBNU lantai 8, Kamis (24/4/2025). (Foto: dok. Sarbumusi)
Suci Amaliyah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Kasus penipuan digital dan jeratan judi online lintas negara semakin marak dan melibatkan banyak Pekerja Migran Indonesia (PMI) sebagai korban.
Hal ini terungkap dalam Dialog Nasional bertajuk Transformasi Digital, Jeratan Scammer Judi Online Lintas Negara, dan Upaya Penyelamatan PMI/WNI Bermasalah sebagai Korban TPPO dari Luar Negeri yang digelar di Gedung PBNU lantai 8, Kamis (24/4/2025).
Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) Federasi Buruh Muslimin Nusantara (F-Buminu) Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Nur Harsono mengungkapkan bahwa praktik penipuan digital (scamming) dan judi online (judol) kini menjadi satu paket kejahatan terorganisir yang bergeser dari dalam negeri ke negara-negara, seperti Kamboja dan Myanmar.
"Dari temuan kami, sindikat scammer dan judi online kini lintas negara. Mereka memanfaatkan kondisi setelah PAN demi Covid-19, meningkatnya pengangguran, serta minimnya peluang kerja di dalam negeri untuk merekrut korban, terutama usia produktif,” ujar Koordinator Divisi Bantuan Hukum Migrant Care itu.
Ia menyebut bahwa sepanjang 2022 hingga 2024, Sarbumusi menerima sedikitnya 268 laporan dari korban scammer dan judi online dari berbagai daerah yakni Lampung, Bali, Sumatra, Jawa Barat, Bangka Belitung, Aceh, dan Jakarta.
Menurut Harsono, sindikat memanfaatkan media sosial sebagai alat promosi lowongan kerja palsu yang menjanjikan gaji tinggi dan karier yang menjanjikan, terutama pekerjaan yang berbau teknologi. Bahkan, di antara korban terdapat mantan anggota DPRD hingga eks-admin situs judi online.
“Korban sulit diidentifikasi karena perbedaan sistem hukum antarnegara. Pemerintah perlu memperkuat diplomasi dengan Myanmar dan Kamboja serta menggencarkan pengawasan dari tingkat pusat hingga desa,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur Siber BP2MI Raja Sinambela mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan patroli siber terhadap media sosial yang kerap mempromosikan lowongan kerja ke luar negeri. Namun, upaya takedown akun kerap tidak membuahkan hasil maksimal.
“Setelah kami tutup, tumbuh seribu. Akun-akun ini terus bermunculan karena pembuatan platform sangat mudah dan masyarakat mudah percaya. Bahkan saat kita menghentikan pengiriman pekerja ke sana, mereka malah melawan karena tidak terdaftar secara resmi di sistem kami,”ungkap Raja.
Ia menambahkan, keterbatasan yurisdiksi hukum menjadi tantangan besar. Hukum Indonesia tidak berlaku di Kamboja atau Myanmar. Di Myanmar, bahkan hukum masih dikuasai militer.
"Kalau kita berkoordinasi, junta militer bisa marah karena menganggap kita berhubungan dengan kelompok pemberontak,” jelasnya.
BP2MI juga menemukan adanya lebih dari 21 grup Facebook yang masing-masing memiliki hingga 600 pengikut, berisi promosi lowongan kerja ke Kamboja dan Myanmar.
"Kami terbatas secara kewenangan. Urusan migran luar negeri adalah ranah Kemenlu, bukan BP2MI,” tandasnya.
Terpopuler
1
Fantasi Sedarah, Psikiater Jelaskan Faktor Penyebab dan Penanganannya
2
Khutbah Jumat: Lima Ibadah Sosial yang Dirindukan Surga
3
Pergunu Buka Pendaftaran Beasiswa Kuliah di Universitas KH Abdul Chalim Tahun Ajaran 2025
4
Pakai Celana Dalam saat Ihram Wajib Bayar Dam
5
Kabar Duka: Ibrahim Sjarief, Suami Jurnalis Senior Najwa Shihab Meninggal Dunia
6
Ribuan Ojol Gelar Aksi, Ini Tuntutan Mereka ke Pemerintah dan Aplikator
Terkini
Lihat Semua