KH Miftachul Akhyar Anjurkan Jamaah Tak Gampang Melupakan Kebaikan Para Pendahulu
NU Online · Jumat, 16 Mei 2025 | 22:00 WIB

Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar saat menyampaikan pengajian kitab Al-Hikam di Pondok Pesantren Miftachussunnah, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (16/5/2025). (Foto: tangkapan layar kanal Youtube Multimedia KH Miftachul Akhyar)
Achmad Risky Arwani Maulidi
Kontributor
Jakarta, NU Online
Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar menganjurkan jamaah agar tak gampang melupakan kebaikan dan jasa para ulama pendahulu. Menurutnya, sikap semacam ini marak dilakukan oleh sebagian besar kalangan di masa sekarang.
"Luhumul ulama masmumah, daging-daging ulama itu beracun. Apabila sampeyan menggunjing, mencela apalagi merendahkan, menghinakan. Bukan sekadar orang awam, bahkan sekarang itu ada tokoh-tokoh yang menafikan kebaikan-kebaikan para pendahulu," kata Kiai Miftach saat Ngaji Kitab Syarh Al-Hikam di Aula Pondok Pesantren Miftachus Sunnah, Surabaya pada Jumat (16/5/2025).
Pernyataan tersebut disampaikan setelah penjelasan mengenai cara menakar kedudukan hamba di hadapan Maha Kuasa. Menakar kemuliaan diri, jelas Kiai Miftach, dapat dilihat dari sejauh mana seseorang mencintai ilmu dan ulama, bukan salah satu keduanya.
"Itu bagian daripada mengetahui di mana kemuliaan panjenengan, (yaitu) bukan pada ilmunya saja tetapi pada ahlinya, ulamanya juga," terangnya dalam akun Youtube KH Miftachul Akhyar Official dikutip NU Online.
Seseorang yang kerap mencela ulama dan enggan untuk mempelajari etos perjuangannya, pertanda orang tersebut tak memperolah cahaya ilmu. Kiai Miftach menyarankan orang semacam ini untuk belajar ke mesin pencarian digital.
"Orang ngaji itu harus selalu bergandengan dengan nurun (cahaya). Tetapi kalau cuma mau pintar saja (tanpa nur) tak usah mengaji. Buka Google itu (Memang) pinter tapi gak berkah," ujar Kiai yang juga mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia itu.
Kiai Miftach pun menegaskan bahwa kedudukan di mata Allah sebanding dengan kecintaan seseorang kepada kekasihnya. Kecintaan seseorang terhadap ilmu, ulama dan perbuatan positif dapat menjadi indikator di mana Allah mendudukkan derajatnya.
Kemuliaan tersebut dapat dilihat melalui penglihatan mata hati dan akal budi. "Barang siapa ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah, ya dilihat dengan mata hati dan akal, karena Allah akan mendudukkan seseorang mulia tidaknya diukur dengan seberapa cinta terhadap hal-hal tadi," pungkasnya, mengalihbahasakan hadis.
Turut hadir pula ulama asal Jordania Syekh Aun bin Muin Al-Qaddumi Al-Hasani beserta sejumlah rombongan dalam pengajian yang bertepatan dengan Haul ke-4 RKH Muhammad Badruddin bin KH Muddatstsir dan Nyai Majidatul Qurasyiyah binti KH Miftachul Akhyar itu.
Terpopuler
1
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
2
Khutbah Idul Adha: Menanamkan Nilai Takwa dalam Ibadah Kurban
3
Bolehkah Tinggalkan Shalat Jumat karena Jadi Panitia Kurban? Ini Penjelasan Ulama
4
Khutbah Idul Adha: Implementasi Nilai-Nilai Ihsan dalam Momentum Lebaran Haji
5
Khutbah Idul Adha Bahasa Jawa 1446 H: Makna Haji lan Kurban minangka Bukti Taat marang Gusti Allah
6
Khutbah Idul Adha: Menyembelih Hawa Nafsu, Meraih Ketakwaan
Terkini
Lihat Semua