Nasional

Komnas HAM Desak Pengukuran Lahan Ditunda dan Polisi Ditarik dari Wadas

Rabu, 9 Februari 2022 | 10:00 WIB

Komnas HAM Desak Pengukuran Lahan Ditunda dan Polisi Ditarik dari Wadas

Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara (Foto: FORUM Keadilan)

Jakarta, NU Online

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak Polda Jawa Tengah menarik personel polisi mereka yang masih berada di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo sejak Senin (7/2). Komnas HAM juga meminta pihak-pihak terkait untuk menunda pengukuran lahan.


"Polda Jawa Tengah menarik aparat yang bertugas di Desa Wadas, dan melakukan evaluasi total pendekatan yang dilakukan serta memberi sanksi kepada petugas yang terbukti melakukan kekerasan kepada warga," kata Beka dalam pernyataan sikapnya secara tertulis, Rabu (9/2).


Komnas HAM juga mendesak Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dan para pihak terkait agar menyiapkan solusi alternatif menyangkut permasalahan penambangan batu andesit di Desa Wadas.


“Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS SO) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang terlibat dalam proses itu, harus menunda pengukuran, termasuk kepada lahan milik warga yang sudah setuju untuk pengukuran,” tegas Beka.


Komnas HAM, jelas Beka, mengecam aksi kekerasan aparat kepolisian kepada pendamping hukum dan warga Desa Wadas. Terutama penangkapan kepada sejumlah warga dalam kedatangan aparat ke desa tersebut.


Selain menarik aparat dari lokasi, Komnas HAM juga meminta Polres Purworejo segera melepas warga yang masih ditangkap. Namun demikian, Beka mendorong semua pihak untuk menahan diri dan tidak terprovokasi.


"Meminta kepada semua pihak untuk menahan diri, menghormati hak orang lain dan menciptakan suasana yang kondusif bagi terbangunnya dialog berbasis prinsip hak asasi manusia," ucap Beka.


Sejak Selasa (8/2) polisi disebut telah menangkap total 60 warga Desa Wadas, yang beberapa di antaranya merupakan lansia dan anak-anak. Jumlah tersebut jauh lebih banyak dari data yang dirilis kepolisian yakni, 23 warga yang diamankan pada Selasa (8/2). Mereka diduga bertindak anarkis selama proses pengukuran dan membawa senjata tajam hingga melakukan provokasi.


Sementara itu, Direktur Program Democracy and Social Justice PVRI Mohamad Hikari Ersada menegaskan bahwa situasi yang menimpa masyarakat Desa Wadas hari ini merupakan bentuk keberulangan dari perampasan lingkungan yang terjadi secara masif di tahun 2021.


“Meskipun menetapkan status darurat pandemi Covid-19, pemerintah tidak kunjung menghentikan kegiatan ekspansi kapital dan perampasan ruang hidup masyarakat di Wadas. Situasi tersebut berulang dan diperparah dengan tindakan brutalitas polisi yang sarat intimidasi terhadap warga,” ujar Hikari, Selasa (8/2/2022) lewat keterangan tertulisnya.


Hikari juga menambahkan, fokus negara terhadap proyek infrastruktur skala besar dan promosi investasi asing di industri ekstraktif telah menyebabkan perebutan lahan dan hutan yang berimplikasi kepada mata pencaharian masyarakat adat, warga desa, petani dan masyarakat di seluruh Indonesia.


“Kombinasi otoritarianisme pembangunan, undang-undang represif, relaksasi perlindungan lingkungan dan penghapusan hak-hak pekerja sekaligus; semakin meningkatkan risiko serta mengancam para pejuang keadilan dan lingkungan yang ada di Indonesia,” tandas Hikari.


Pewarta: Fathoni Ahmad

Editor: Kendi Setiawan