Nasional

Menteri PPPA Dorong Fatayat NU Punya Peran Strategis dalam Perlindungan Anak

NU Online  ·  Sabtu, 28 Juni 2025 | 23:00 WIB

Menteri PPPA Dorong Fatayat NU Punya Peran Strategis dalam Perlindungan Anak

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi di tengah peserta Pelatihan Kepemimpinan Nasional Fatayat NU di Tangerang Selatan, Jumat (27/6/2025). (Foto: Istimewa)

Tangerang Selatan, NU Online 
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mendorong penguatan peran organisasi masyarakat Fatayat NU dalam upaya perlindungan anak. Ia meyakini peran strategis Fatayat NU yang memiliki 21.000 ranting di Indonesia dapat berperan aktif mencegah anak-anak Indonesia menjadi korban kekerasan.
 

Menurut dia, Fatayat NU telah membuktikan dirinya sebagai madrasah kepemimpinan perempuan yang unggul dan berakar di masyarakat. Di tengah tantangan sosial yang kompleks, kita butuh kepemimpinan perempuan yang transformatif dan peduli pada masa depan anak di Indonesia.

 

"Perjuangan kita masih panjang apalagi jika kita melihat Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2024 yang menunjukkan sekitar 51 persen anak usia 13–17 tahun mengalami kekerasan, dengan kekerasan emosional menjadi yang paling dominan. Oleh karena itu, kami terus mendorong penguatan peran organisasi masyarakat seperti Fatayat NU untuk menjawab tantangan tersebut di akar rumput," tuturnya saat membuka Pelatihan Kepemimpinan Nasional Fatayat NU yang mengusung tema “Perempuan Tangguh: Mewujudkan Kepemimpinan Transformatif dan Inovasi Berkelanjutan”, di Tangerang Selatan, Jumat (27/6/2025).
 
 
Menteri PPPA juga menyoroti berbagai tantangan serius yang dihadapi perempuan di Indonesia. Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024, sekitar 1 dari 4 perempuan pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual sepanjang hidupnya. Apresiasi diberikan atas komitmen Fatayat NU dalam mencetak pemimpin perempuan muda yang berdaya dan berpihak pada kelompok rentan termasuk kelompok perempuan rentan.

 

Dengan jaringan lebih dari 21.000 ranting di seluruh Indonesia dan 18 Pimpinan Cabang Istimewa di luar negeri, katanya, Fatayat NU dianggap sebagai kekuatan sosial yang nyata dalam mendorong perubahan dan mitra penting dalam menjembatani kebijakan publik dengan kebutuhan nyata masyarakat.
 
 
“Fatayat NU memiliki kapasitas sebagai think tank sekaligus komunikator antara kebijakan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Mereka hadir di desa, di kota, bahkan hingga luar negeri, menjadikan mereka ujung tombak dalam transformasi sosial kita. Kami percaya kepemimpinan perempuan dan perlindungan anak adalah fondasi penting menuju Indonesia Emas 2045. Dengan memperkuat sinergi dan kolaborasi, upaya menciptakan masa depan yang adil, aman, dan setara bagi seluruh anak bangsa dapat terwujud,” jelas Menteri PPPA.
 
 
Sebagai bagian dari upaya strategis untuk menjawab tantangan yang dihadapi perempuan dan anak, Kemen PPPA telah merancang tiga program prioritas untuk periode 2024–2029. Salah satu program utama adalah Pengembangan Ruang Bersama Indonesia (RBI) yang merupakan penguatan dan perluasan dari inisiatif sebelumnya, yakni Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA).

 

RBI, kata Arifah, didesain sebagai gerakan kolaboratif yang melibatkan pemerintah, organisasi masyarakat, dunia usaha, dan masyarakat luas untuk menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan memberdayakan perempuan serta melindungi anak-anak.
 

Selain RBI, Kemen PPPA juga mengembangkan perluasan fungsi Call Center SAPA 129 agar lebih responsif dan mudah diakses oleh masyarakat luas, sehingga korban kekerasan atau pihak yang membutuhkan bantuan segera mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Dukungan terhadap pemenuhan hak-hak perempuan dan anak juga diperkuat melalui penguatan satu data perempuan dan anak berbasis desa, guna mendukung perencanaan dan pengambilan kebijakan yang lebih akurat, terarah, dan berbasis bukti nyata dari lapangan.
 
 
Mewakili Ketua Umum PBNU, Rumadi Ahmad, menyampaikan dorongan kuat bagi Fatayat NU untuk terus memperkuat sistem kaderisasi sebagai fondasi keberlanjutan organisasi. Ia menekankan bahwa kader yang tangguh hanya dapat lahir dari proses penempaan yang serius dan berkelanjutan.

 

“Organisasi yang kuat lahir dari kaderisasi yang mapan. Fatayat NU sebagai bagian dari struktur Nahdlatul Ulama yang kokoh hingga tingkat akar rumput, memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga warisan para ulama yakni Islam yang damai, tidak mewarisi kebencian, dan mampu merawat harmoni antara keislaman dan kebangsaan,” ujarnya.
 
 
Ketua Umum Pimpinan Pusat Fatayat NU, Hj. Margaret Aliyatul Maimunah, menyampaikan bahwa Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin memberikan ruang dan peluang yang sama bagi perempuan dan laki-laki untuk berperan dalam pembangunan. Ia menegaskan bahwa apapun pilihan peran perempuan di ranah domestik maupun publik, semuanya baik selama kualitas diri terus ditingkatkan.
 
 
“Fatayat NU harus hadir di ruang-ruang pengambilan kebijakan agar perspektif perempuan terwakili. Kita ingin mencetak pemimpin perempuan yang berpandangan Islam Ahlussunnah wal Jamaah an-nahdliyah, berpihak pada pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, serta mampu menjawab tantangan zaman,” tegasnya.
 
 
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Fatayat NU tahun 2025 ini diikuti oleh 115 peserta dari berbagai daerah di Indonesia, yang merupakan kader-kader potensial dan tulang punggung gerakan kepemimpinan perempuan muda di lingkungan Nahdlatul Ulama.