MK Tolak Seluruh Gugatan atas Perubahan Tarif PPN 12 Persen
NU Online · Kamis, 14 Agustus 2025 | 21:30 WIB

Sidang pembacaan putusan terkait gugatan atas perubahan tarif PPN 12 persen, di Gedung MK, Jakarta, pada Kamis (14/8/2025). (Foto: NU Online/Haekal)
Haekal Attar
Penulis
Jakarta, NU Online
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan pengujian materiil terhadap ketentuan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Menolak permohonan para pemohon No. 11/PUU-XXIII/2025 baik di dalam provisi maupun pokok permohonan,” bunyi putusan yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo di Lantai 2 Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (14/8/2025).
Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan bahwa dalil para pemohon yang menguji Pasal 4A ayat (2) huruf b, serta ayat (3) huruf a, g, dan j, yang dianggap tidak menjamin kepastian hukum dan kehidupan layak, dinilai tidak berdasar secara hukum.
"Tidak memberikan jaminan kepastian hukum dan jaminan hidup yang layak akibat kesulitan untuk memenuhi barang-barang kebutuhan pokoknya, mendapatkan jasa pendidikan dan jasa pelayanan kesehatan medis serta jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri dikarenakan barang dan jasa tersebut dikenakan PPN, adalah dalil yang tidak berdasar sehingga harus dinyatakan tidak beralasan menurut hukum," jelasnya.
Terkait keberatan atas kenaikan PPN menjadi 12 persen, Ridwan mencermati bahwa tarif 11 persen mulai berlaku pada 1 April 2022, sedangkan kenaikan menjadi 12 persen paling lambat diberlakukan pada 1 Januari 2025. Kenaikan ini merupakan penyesuaian dari tarif 10 persen yang berlaku sejak 1983 dan diperlukan untuk memastikan pembiayaan negara tetap terpenuhi.
"Perubahan (tarif PPN 12 persen) demikian perlu dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan pembiayaan negara dari penerimaan pajak yang terus meningkat," ujarnya.
Ridwan menambahkan, pemberlakuan tarif PPN antara 5 persen-15 persen merupakan kebijakan fiskal yang fleksibel. Melalui penetapan dalam Peraturan Pemerintah (PP) setelah mendapat persetujuan DPR dalam RAPBN, MK menegaskan bahwa prinsip no taxation without representation tetap terjaga.
"Mengenai penetapan tarif PPN dalam rentang paling rendah 5 persen hingga 15 persen yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, hanya dapat ditentukan oleh pemerintah setelah disampaikan kepada DPR RI untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan RAPBN," katanya.
Diketahui, para penggugat berasal dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari ibu rumah tangga, mahasiswa, pekerja swasta, pelaku usaha mikro, pengemudi ojek daring, hingga organisasi yang fokus pada isu kesehatan mental.
Berdasarkan laporan Center of Economic and Law Studies (Celios), jika PPN 12 persen diberlakukan, kelompok miskin diperkirakan akan mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp101.880 per bulan atau Rp1.222.566 per tahun.
"Kenaikan pengeluaran ini berpotensi mengurangi tabungan mereka atau bahkan memaksa mereka untuk mengurangi kualitas konsumsi sehari-hari," tulis Celios dalam laporannya bertajuk PPN 12%: Pukulan Telak bagi Gen Z dan Masyarakat Menengah Bawah yang dikutip NU Online, Kamis (19/12/2024).
Terpopuler
1
Khutbah Jumat HUT Ke-80 RI: 3 Pilar Islami dalam Mewujudkan Indonesia Maju
2
5 Poin Maklumat PCNU Pati Jelang Aksi 13 Agustus 2025 Esok
3
Kantor Bupati Pati Dipenuhi 14 Ribu Kardus Air Mineral, Demo Tak Ditunggangi Pihak Manapun
4
Jumlah Santri Menurun: Alarm Pudarnya Pesona Pesantren?
5
Nusron Wahid Klarifikasi soal Isu Kepemilikan Tanah, Petani Desak Pemerintah Laksanakan Reforma Agraria
6
Badai Perlawanan Rakyat Pati
Terkini
Lihat Semua