Nasional

Pengamat Nilai Program Pensiun Tambahan Kurang Bijak di Tengah Kondisi Ekonomi yang Lesu

Rabu, 11 September 2024 | 17:30 WIB

Pengamat Nilai Program Pensiun Tambahan Kurang Bijak di Tengah Kondisi Ekonomi yang Lesu

Ilustrasi kondisi ekonomi yang lesu. (Foto: dok. NU Online)

Jakarta, NU Online

Pemerintah berencana kembali memotong gaji pekerja untuk program pensiunan tambahan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa potongan gaji ini bersifat wajib untuk meningkatkan uang pensiun yang diterima.


Rencana ini merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.


Pengamat Kebijakan Publik Ahmad Maftuchan menilai bahwa rencana tersebut kurang bijak di tengah kondisi ekonomi yang sedang lesu, baik di tingkat domestik maupun global.


“Saya melihat ini sebagai suatu rencana yang kurang bijak dari pemerintah karena momentum eksternal belum dalam kondisi baik kemudian perekonomian baik domestik maupun global juga sedang lesu,” kata Maftuchan kepada NU Online, Selasa (10/9/2024).


Maftuchan menilai harmonisasi program pensiun yang diamanatkan oleh UU Nomor  4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) bukanlah sesuatu yang mendesak atau berkaitan langsung dengan kebutuhan hidup masyarakat saat ini, melainkan merupakan proyeksi.


“Rencana ini perlu ditunda terlebih dahulu menunggu kondisi perekonomian membaik dan menunggu satu harmonisasi yang sungguh harmonis di antara program jaminan sosial yang kita miliki saat ini,” ucap Wakil Sekretaris DPP Konfederasi Sarbumusi itu.


Menurutnya, program jaminan sosial meskipun sudah memiliki payung hukum yang kokoh yaitu undang-undang sistem jaminan sosial nasional namun ada indikasi bahwa industri asuransi mencoba melakukan penetrasi.


“Saya terus terang menangkap satu kecurigaan bahwa ini ada desakan pelaku usaha di bidang asuransi sehingga kita perlu mengembangkan dialog yang lebih kuat antara pelaku usaha di bidang asuransi, pekerja, masyarakat luas, OJK dan pemerintah,” tuturnya.


Menurutnya, mempercepat implementasi program pensiun tambahan tanpa mempertimbangkan kondisi eksternal dan kesejahteraan pekerja saat ini adalah langkah yang tidak bijak.


“Langkah pemerintah untuk memperkuat Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan program jaminan pensiun non-BPJS Ketenagakerjaan sebaiknya tidak bersifat wajib bagi semua pekerja, karena sifatnya adalah tambahan,” jelas Direktur Eksekutif The Prakarsa itu.


Lebih lanjut, ia mengatakan program pensiun tambahan seharusnya tetap menjadi bagian dari sistem jaminan sosial nasional, khususnya terkait jaminan hari tua dan jaminan pensiun.


“UU P2SK Nomor 4 tahun 2023 terkait harmonisasi program pensiun ini menegaskan bahwa program pensiun tambahan tidak bisa kita lepaskan dari penguatan sistem jaminan nasional khususnya di program jaminan hari tua dan program pensiun,” tandasnya.


Penjelasan OJK

Program pensiun tambahan tengah menjadi sorotan setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengonfirmasi bahwa program ini masih menunggu penerbitan Peraturan Pemerintah (PP).


Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menjelaskan bahwa OJK berperan sebagai pengawas harmonisasi program pensiun yang diatur dalam Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).


“Isu terkait ketentuan batas pendapatan yang wajib kena program pensiun tambahan itu belum ada, karena PP belum diterbitkan. OJK dalam kapasitas pengawas,” kata Ogi.


Program ini menargetkan pekerja dengan penghasilan tertentu dan bertujuan untuk meningkatkan perlindungan hari tua serta kesejahteraan pekerja. Namun, OJK masih menunggu PP untuk merumuskan secara rinci kriteria dan mekanisme pemotongan gaji.