Prof Quraish Shihab Jelaskan Awal Mula Peringatan Maulid Nabi
NU Online · Rabu, 20 Oktober 2021 | 03:00 WIB
Syifa Arrahmah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Pendiri Pusat Studi Al Qur’an (PSQ), Profesor Muhammad Quraish Shihab menjelaskan awal mula terjadinya peringatan kelahiran Rasulullah saw yang biasa dikenal dengan maulid nabi. Seperti diketahui nabi lahir di Mekkah, pada 12 Rabi'ul Awal tahun 570 M.
Menurutnya, ada dua jawaban yang dapat menceritakan awal mula Maulid Nabi. Pertama, ketika nabi bersyukur atas kelahirannya kepada Allah swt. Rasa syukur itu dilakukannya dengan cara berpuasa pada hari Senin.
"Dalam (riwayat hadits) Shahih Muslim oleh sahabat Nabi ditanya, kenapa Nabi berpuasa pada hari senin? Beliau (nabi) menjawab, itulah hari dimana aku lahir," ujar Prof Quraish dalam tayangan Shihab dan Shibab yang dilihat NU Online, Selasa (19/10/2021).
Kedua, lanjut dia, merujuk ke zaman Rasulullah saw sebelum diangkat menjadi Rasul, di mana pada saat itu ada orang yang bergembira menyambut kelahirannya, yakni Abu Lahab. Bahkan dikisahkan, saat setelah mendengar kabar kelahiran nabi, ia langsung memerdekakan satu budaknya.
“Al-Abbas paman nabi menceritakan bahwa beliau bermimpi melihat Abu Lahab mengatakan keadaannya, 'saya seperti yang engkau lihat tersiksa, tetapi setiap hari Senin Allah meringankan siksanya kepadaku karena aku bergembira kelahiran Nabi Muhammad," jelas Prof Quraish mengisahkan.
Namun demikian, ia mengungkapkan, awal mula perayaan maulid nabi dengan aneka hiasan baru dimulai pada zaman Dinasti Abbasiyah di zaman Khalifah Al-Hakim Bilah, yang merayakan maulid bersama permaisuri, lengkap dengan pakaian yang indah.
"Dari sini kemudian sampai sekarang di Mesir hal itu diperingati dalam bentuk membuat boneka-boneka dari manisan. Di situ digambarkan permaisuri dengan pakaian putihnya, ada khalifah dengan naik kuda sebagai bentuk kesyukuran, peringatan mendidik anak-anak mencintai rasul ini kemudian berkembang di mana-mana," ungkap Prof Quraish.
Peringatan dan perayaan Maulid Nabi yang berkembang hingga hari ini, lanjut dia, baik antara komunitas Muslim di satu tempat dengan yang lainnya mempunyai cara yang berbeda dalam merayakannya.
“Di Sulawesi Selatan misalnya. Maulid Nabi dirayakan dengan membuat lampu-lampu dari simpron kemudian dihias dengan aneka aksesoris,” jelas Profesor kelahiran Sidenreng Rappang 77 tahun, lalu itu.
“Memang Allah memerintahkan qul wabifadlillahi wabirohmati fabidzalika falyafrahu wa khairum mimma yajma’un. Berkat rahmat Allah, berkat anugerah Allah hendaklah mereka bergembira. Itu lebih baik. Ini yang dijadikan dasar dan dalil para ulama untuk merayakan Maulid (Nabi),” imbuh penulis buku Membumikan Al-Qur’an itu.
Kontributor: Syifa Arrahmah
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat HUT Ke-80 RI: 3 Pilar Islami dalam Mewujudkan Indonesia Maju
2
Khutbah Jumat: Kemerdekaan Sejati Lahir dari Keadilan Para Pemimpin
3
Ketua PBNU Sebut Demo di Pati sebagai Pembangkangan Sipil, Rakyat Sudah Mengerti Politik
4
Khutbah Jumat: Refleksi Kemerdekaan, Perbaikan Spiritual dan Sosial Menuju Indonesia Emas 2045
5
Khutbah Jumat Bahasa Jawa: Wujud Syukur atas Kemerdekaan Indonesia ke-80, Meneladani Perjuangan Para Pahlawan
6
Sri Mulyani Sebut Bayar Pajak Sama Mulianya dengan Zakat dan Wakaf
Terkini
Lihat Semua