Nasional

Sayyid Ahmad Al-Maliki: Piagam Madinah Dokumen Pertama Kewarganegaraan di Dunia

Selasa, 7 Februari 2023 | 20:30 WIB

Sayyid Ahmad Al-Maliki: Piagam Madinah Dokumen Pertama Kewarganegaraan di Dunia

Para kiai mendapatkan ijazah penggunaan surban di kepala. Sayyid Ahmad secara langsung menyematkannya kepada para kiai. (Foto: FB Abdul Moqsith Ghazali)

Surabaya, NU Online

Sayyid Ahmad bin Muhammad bin Alwi bin Abbas Al-Maliki menyampaikan bahwa Islam melalui Piagam Madinah telah membicarakan konsep kewarganegaraan. Rasulullah membangun masyarakat berdasarkan kewarganegaraan di Madinah.


"Rasulullah meletakkan Piagam Madinah sebagai undang-undang dasar negara Madinah," kata Sayyid Ahmad Al-Maliki dalam papernya berbahasa Arab yang dibacakan oleh Kiai Ihya dari Malang pada Muktamar Internasional Fikih Peradaban I di Hotel Shangri-La Surabaya, Jawa Timur, Senin (6/2/2023).


Piagam Madinah tidak membedakan warga negaranya berdasarkan identitas agama, ras, atau jenis kelamin. Rasulullah dalam Piagam Madinah menegaskan bahwa pihak-pihak yang terikat dalam kontrak sosial-politik di dalamnya berkewajiban untuk saling membantu, membela, menasihati, dan bergotong-royong dalam kebaikan.


“Piagam itu mengamanahkan masyarakatnya untuk membela batas-batas kedaulatan negara sebagai tanggung jawab bersama yang dijiwai dengan semangat kesetaraan, keadilan, gotong-royong, dan kehidupan harmonis sesama anak bangsa,” kata Sayyid Ahmad Al-Maliki.


Penduduk Madinah yang heterogen tidak dibedakan berdasarkan identitas keagamaan dan identitas apapun. Mereka semua berdiri setara di hadapan hukum sebagai warga Negara Madinah tanpa diskriminasi apapun.


Islam mengajak kita untuk menciptakan kehidupan yang damai dengan nonmuslim agar terwujud kontribusi satu sama lain dalam kemanfaatan, bidang pengetahuan, dan penguatan keharmonisan satu sama lain, kata Sayyid Ahmad al-Maliki.


Ia menambahkan, dalam undang-undang dasar tersebut yang sangat visioner dalam sejarah manusia, kita melihat bahwa Islam memandang umat agama lain terutama dalam konteks Madinah adalah Ahli Kitab (Yahudi) yang hidup sebagai warga negara Madinah adalah umat sebangsa dan se-Tanah Air sejauh mereka berkomitmen pada kesepakatan dalam piagam tersebut.


“Artinya, perbedaan keyakinan dalam Islam bukan menjadi penghalang untuk menegakkan prinsip-prinsip kewarganegaraan,” kata Sayyid Ahmad Al-Maliki.


Sementara pada giliran lain, riwayat menyebutkan bahwa pada masa ini warga munafiq Madinah berjibaku siang dan malam untuk menghancurkan Nabi Muhammad dan sahabatnya. Semua itu dilakukan oleh mereka baik di masa damai dan di masa perang. Tetapi Rasulullah lebih mengutamakan sikap sabar, toleran, dan pemberian maaf dalam menghadapi mereka.


Pewarta: Alhafiz Kurniawan

Editor: Syakir NF