Nasional

Sederet Alasan RUU Perampasan Aset Perlu Segera Disahkan

Kamis, 21 September 2023 | 17:45 WIB

Sederet Alasan RUU Perampasan Aset Perlu Segera Disahkan

Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Rumadi Ahmad. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama 2023 menelurkan rekomendasi  yang memuat desakan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset segera disahkan. Pengesahan RUU Perampasan Aset dinilai sebagai bagian dari upaya berskala besar dalam mengoptimalkan pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana.


RUU ini telah memunculkan berbagai diskusi dan dipercayai sebagai langkah yang penting untuk melindungi keadilan dan transparansi. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Rumadi Ahmad menilai pentingnya Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana karena sangat dibutuhkan.


“RUU Perampasan Aset itu sangat penting karena beberapa hal,” ujar Rumadi kepada NU Online, Rabu (20/9/2023).


Menurutnya, RUU Perampasan aset merupakan mandat pasca Indonesia meratifikasi Konvensi PBB tentang UNCAC (UN Convention Against Corruption) yang antara lain mengatur ketentuan yang berkaitan dengan upaya mengidentifikasi, mendeteksi, dan membekukan serta merampas hasil dan instrumen tindak pidana.


“UU ini sangat penting untuk menjadi semacam hukum acara bagaimana penyitaan aset hasil tindak pidana itu dilakukan,” ujar pria yang juga Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) tersebut.


Selain itu, ia juga menyoroti kerugian negara akibat penyusutan aset tertahan yang tidak terawat. Menurutnya, sekarang ini terjadi penyusutan nilai aset hasil tindak pidana dalam bentuk tertentu yang turun sampai pada nilai yang sangat rendah. Hal ini terjadi karena lamanya masa proses persidangan di pengadilan sampai seorang terdakwa dapat menjadi terpidana dan proses hukumnya dinyatakan inkracht. 


“Beberapa contoh kasus adalah penyusutan nilai, kendaraan bermotor Rolls Royce, Bentley, Lamborghini, dan Ferrari, serta ratusan kendaraan lain di kasus korupsi Tubagus Chaeri Wardana atau Wawan yang nilainya asetnya menyusut dari saat pembelian kendaraan senilai Rp 6-11 miliar per unit,” jabar Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) 2015-2021 itu.


Ia mengatakan, pemeliharaan aset sitaan seperti bangunan gedung, barang, dan kendaraan bergerak membutuhkan biaya negara yang besar dan khusus. Hal ini tidak sebanding dengan biaya hasil sitaan setelah putusan pidana kasus tersebut saat sudah berkekuatan hukum tetap. 


“Masih di kasus yang disebutkan dalam poin sebelumnya, perawatan mobil supercar agar mesinnya tidak rusak bisa mencapai Rp 30 juta per service rutin, belum termasuk penggantian sparepart,” tuturnya.


Maka itu, ia menilai pengesahan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana akan berdampak signifikan terhadap penyelamatan dan pengembalian aset negara, dan memberikan deterrent effect (efek jera) bagi para pelaku tindak pidana, termasuk tindak pidana korupsi.


Percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset

Rumadi melihat setidaknya ada dua hal yang perlu dilakukan untuk menindaklanjuti hasil rekomendasi Munas dan Konbes NU terkait RUU Perampasan Aset.


Pertama, PBNU perlu berkomunikasi dengan Pimpinan DPR agar segera menindaklanjuti RUU Perampasan Aset yang Surpresnya sudah dikirim Presiden pada 4 Mei 2023. 


“NU berharap RUU ini segera dibahas agar DPR segera membahas. Bolanya sekarang ada di DPR,” tuturnya.


Kedua, Nahdlatul Ulama perlu menyiapkan daftar inventarisasi masalah (DIM) agar bisa ikut memberi kontribusi dalam proses pembahasan RUU Perampasan Aset.


Selaras, Koordinator Komisi Bahtsul Masail Qonuniyyah atau Perundang-undangan Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama, KH Abdul Ghofar Rozin, menyatakan bahwa PBNU bakal segera melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait guna meneruskan hasil rekomendasi yang dihasilkan.


“Tentu PBNU akan mengharmonisasi hasil munas yang banyak sekali itu, kemudian meneruskan kepada pihak-pihak yang relevan. Misalnya, rekomendasi terkait UU atau RUU akan disampaikan kepada DPR dan Presiden,” ucap dia.