Warta

Kiai Langitan-Kiai Kampung Distorsikan Kiai

Rabu, 21 Februari 2007 | 06:34 WIB

Surabaya, NU Online
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur Dr KH Ali Maschan Moesa MSi menilai sebutan kiai Langitan, kiai kampung, dan sejenisnya pada hakekatnya mendistorsikan (mengaburkan makna) kiai/ulama.

"Kiai Langitan, Kiai Kampung, dan sebagainya itu hanya sebutan atau identitas yang sifatnya untuk kepentingan sesaat seperti halnya sebutan kiai plat merah atau kiai plat kuning di masa lalu," ujarnya di Surabaya, (20/2).

<<>font face="Verdana">Doktor bidang Ilmu Sosial yang alumnus Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu mengemukakan hal itu menanggapi mobilisasi para kiai dalam berbagai kegiatan partai politik dengan istilah yang berbeda.

Menurut pengasuh Pesantren Luhur Al-Husna, Jemurwonosari, Surabaya itu, sebutan yang sesaat akan mendistorsikan eksistensi kiai, karena sebutan yang ada akan membenturkan dunia spiritual dengan dunia politis.

"Para kiai hendaknya tidak terjebak ke dalam kepentingan sesaat, melainkan tetap istiqomah dalam eksistensi kekiaian, sebab kepentingan sesaat yang menyentuhkan agama dengan politik akan mengandung dua resiko yang berbahaya," ungkapnya.

Dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya itu menyatakan dua resiko sebagai dampak dari persentuhan agama dengan politik adalah agama menjadi instrumen (alat) politik dan munculnya kecenderungan radikalisasi atau kekerasan atas nama agama.

"Eksistensi kiai itu sesungguhnya tidak bersifat sesaat, melainkan sosok yang tetap istiqomah (konsisten) dalam lima kriteria seperti dikatakan filosof Imam Ghozali," paparnya.

Lima kriteria kiai adalah alim (mumpuni dalam keilmuan), abidan (ahli ibadah), zuhud (hidup sederhana), waro’ (menghindari hal-hal yang subhat atau tidak jelas status halal-haramnya), dan memiliki komitmen kerakyatan (mengasihi orang kecil).

"Tugas NU adalah mengajak para kiai untuk kembali kepada ajaran Islam bahwa Allah itu tidak melihat wajah (identitas), melainkan perilaku (eksistensi), namun ajakan itu tidak mudah, apalagi mendekati Pilkada, Pilgub, Pilpres, atau Pemilu," ucapnya.

Oleh karena itu, katanya, NU mengimbau para kiai untuk mampu menjaga eksistensi diri dengan tidak terlalu dekat atau terlalu jauh dari politik, sehingga agama justru dikorbankan menjadi sebatas instrumen dalam politik praktis. (ant/mad)