Warta KH ILYAS RUHIYAT

Kiai NU Pendiri PKB, Penjaga Kerukunan Nahdliyin

Selasa, 18 Desember 2007 | 13:05 WIB

Jakarta, NU Online
Mantan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ilyas Ruhiyat, telah berpulang ke Rahmatullah. Kepergian ulama besar yang dikenal sabar, sederhana dan berpendirian teguh itu menyisakan duka mendalam, tidak hanya bagi kalangan Nahdliyin, tapi juga bangsa Indonesia.

Kiai Ilyas—begitu ia akrab disapa—yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, itu juga dikenal sebagai salah satu tokoh NU yang turut membidani kelahiran Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Tak hanya itu. Ia pun terlibat aktif membesarkan berlambang bola dunia dan bintang sembilan itu.<>

”Patut kita hargai jasanya. Dalam pendirian PKB, beliau punya jasa besar. Meski saat itu ada beberapa kiai yang nggak setuju, beliau tetap dia aktif meski jauh. Buktinya, saat deklarasi juga datang,” ujar Ketua PBNU Ahmad Bagdja kepada NU Online dihubungi melalui sambungan telepon. Selasa (18/12).

Kiai Ilyas menjabat sebagai rais aam PBNU menggantikan KH Ali Yafie. Saat itu, ketua tanfidziahnya adalah KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kepemimpinannya, menurut Bagdja, sangat baik. “Di NU, saat itu, ada masalah. Dan, Kiai Ilyas paling cocok memimpin NU. Karena beliau kiai andal,” katanya.

Masdar Farid Masudi, yang juga salah satu ketua PBNU, mengatakan, warga Nahdliyin pantas merasa kehilangan terhadap tokoh besar sekaliber Kiai Ilyas. Menurutnya, Kiai Ilyas merukan bapak bagi NU dan warga nahdliyin. “Bapak Nahdliyin yang telah membina NU. Lima tahun menjadi rais aam PBNU dengan kesabaran,” ungkapnya.

Ia mengisahkan, saat Indonesia sedang menghadapi awal masa reformasi pada 1998, Kia Ilyas mampu menjaga kerukunan warga Nahdliyin. “Di tangan beliau, NU penuh dengan dinamika dalam berbangsa dan bernegara. Beliau mampu membina kerukunan warga NU. Kepemimpinan beliau sebagai orang tua, terasa benar bagi nahdliyin,” tuturnya.

Hal yang paling berkesan baginya adalah kesabaran Kiai Ilyas. “Banyak masalah yang bisa memancing (emosi), tapi beliau tetap tenang. Masalah besar tak ditinggalkan, tapi dihadapi. Berbagai masalah yang dihadapi NU beliau bicarakan bersama, terbuka. Apa yang dihadapi jam’iyah ini digotong bersama-sama,” kisahnya.

Masdar berharap, pasca kepergian Kiai Ilyas, NU tetap kokoh dan tegak, terutama dalam menghadapi masalah kebangsaan. (rif)