Warta

Metode Hisab Kurang Akurat

Selasa, 2 Oktober 2007 | 02:23 WIB

Jakarta, NU Online
Penggunaan metode hisab (perhitungan astronomi) dinilai kurang akurat dan tidak menjamin ketepatan perhitungannya. Pasalnya, metode tersebut, di Indonesia terdapat banyak versi, sehingga sulit untuk menentukan metode mana yang bisa dijadikan ukuran.

Demikian dikatakan Ketua Pengurus Pusat (PP) Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU), KH Ghozalie Masroerie, kepada NU Online di Kantor Pengurus Besar NU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Senin (1/10)<>

Kiai Ghozalie—begitu panggilan akrabnya—menjelaskan, Ilmu Hisab (astronomi) tentang posisi bulan yang berkembang di Indonesia secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga, pertama, Ilmu Hisab Hakiki Taqribi (sederhana). Kedua, Ilmu Hisab Hakiki Tahqiqi (tingkat tinggi). Ketiga, Ilmu Hisab Hakiki Tahqiqi Kontemporer.

“Nah, kalau (metode hisab, Red) dijadikan dasar atau landasan bagi penentuan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, kepastian dan keakurasiannya dipertanyakan. Karena heterogennya (bermacam-macam) metode tersebut,” terang Kiai Ghozalie.

NU, katanya, selama ini pun menggunakan metode hisab. Namun, ia menegaskan, metode tersebut tidak dalam perannya sebagai penentu, melainkan sebagai pendukung rukyat (pengamatan terhadap hilal/bulan).

“Bagi NU, hisab adalah pemandu rukyat, agar rukyat-nya berkualitas. NU sudah bisa menentukan posisi bulan melalui hisab. Tapi pada akhirnya juga harus diuji melalui rukyat,” tandasnya.

Lebih lanjut ia menerangkan, metode hisab dipakai tidak lebih dari pembimbing rukyat semata. Dalam hal, misal, penentuan 1 Syawal atau Hari Raya Idul Fitri, kesimpulan akhirnya tetap pada proses rukyat, terlihatnya bulan atau tidak. Bila rukyat tidak tercapai, maka dilakukan istikmal atau menggenapkan usia bulan menjadi 30 hari. (rif)