Warta HALAQOH KHITTAH NAHDLIYAH

NU Perlu Manajemen

Selasa, 12 Desember 2006 | 04:43 WIB

Palembang, NU Online
Kebutuhan paling mendesak bagi Nahdlatul Ulama (NU) saat ini adalah pembenahan internal organisasi dengan penataan atau manajemen yang rapih. Jika tidak demikian, bukan tidak mungkin, dalam beberapa tahun ke depan, organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia ini akan ketinggalan.

Demikian disampaikan Sekretaris Pengurus Wilayah NU Sumatera Selatan A Saifudin Zubair kepada NU Online usai pembukaan acara Halaqoh Khittah Nahdliyah Pengurus Cabang NU se-Sumsel, di Hotel Carrisima, Palembang, Sumsel, Senin (11/12) malam. Hadir dalam acara tersebut Ketua PWNU Sumsel H Mal’an Abdullah dan perwakilan 14 PCNU se-Sumsel.

<>

Pada acara rangkaian dari Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU tersebut, Saifudin mengungkapkan, pada dasarnya, sumber daya manusia NU Sumsel cukup banyak dan potensial. Namun, persoalannya adalah potensi tersebut kurang diberdayakan karena tidak adanya sistem dan penataan yang baik.

“Saya kira, manajemen organisasi yang modern sangat perlu bagi NU. Tentunya tidak harus meningggalkan nilai-nilai yang dianggap baik yang selama ini menjadi cirri khas NU. Modern kan tidak mesti Barat. Penataan yang rapih akan juga akan menata gerakan dakwah NU,” terang Saifuddin.

Menurut Saifuddin, terutama di PWNU Sumsel, perangkat-perangkat untuk menuju manajemen yang baik tersebut sebenarnya sudah ada. Tinggal kemauan dan komitmen kuat saja yang diperlukan. “Di sini (PWNU Sumsel), badan otonom, lembaga, lajnah sudah ada semua. Tinggal kemauan saja sebetulnya,” tandasnya.

Kebutuhan akan sistem dan penataan organisasi yang baik itu, imbuh Saifudin, juga didesak dengan kemunculan gerakan dan kelompok Islam radikal yang semakin kuat. “Mereka (gerakan dan kelompok Islam radikal) punya manajemen yang baik. Visi dan misi mereka dikawal dengan manajemen itu. Kalau NU tidak segera bergerak, jangan heran kalau nantinya kader-kader NU tersedot ke sana,” ungkapnya.

Tidak jauh berbeda dengan di daerah lain di Indonesia, menurut Saifudin, kelompok-kelompok Islam garis keras tersebut sangat intens mendekati kalangan remaja, terutama mereka yang tidak mempunyai dasar pemahaman agama yang mendalam. “Sasarannya anak muda. Itu yang tidak digarap oleh NU. Lagi-lagi persoalannya adalah manajemen,” ujarnya.

Masukan untuk NU ke Depan

Sementara itu, di tempat yang sama, Ketua PWNU Sumsel H Mal’an Abdullah mengatakan, ia sangat berharap banyak atas diselenggarakannya halaqoh tersebut. Menurutnya, acara tersebut sangat bermanfaat bagi upaya perbaikan internal organisasi, terutama di PWNU yang ia pimpin.

Keputusan Khittah NU 1926, menurutnya juga perlu ditegaskan kembali. Karena, ujarnya, hingga saat ini masih banyak warga NU yang tidak terlalu memahami keputusan tersebut. “Sampai saat ini masih ada yang menafsirkan bahwa Khittah NU 1926 itu hanya sekedar keluar dari PPP,” pungkasnya. (rif)