Warta

Pakar Hukum: RUU BHP Mau Mem-BUMN-kan Lembaga Pendidikan

Jumat, 1 Juni 2007 | 05:45 WIB

Jakarta, NU Online
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta Fajrul Falakh, mengkritik keras terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP). Ia menilai, RUU yang disiapkan pemerintah itu berupaya untuk membuat lembaga pendidikan menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Saya melihat ada pihak tertentu yang awalnya ingin mem-BUMN-kan pendidikan tinggi, tapi, karena mungkin sadar akan banyak penolakan kalau dijadikan BUMN, maka bahasanya menjadi Badan Hukum Pendidikan. Tapi intinya, ya sama saja,” kata Fajrul saat menjadi narasumber pada Semiloka tentang RUU BHP di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, beberapa waktu lalu.

<>

Fajrul yang juga salah satu Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu menjelaskan, pada dasarnya, pemerintah sia-sia saja membuat RUU tersebut. Pasalnya, status badan hukum sebuah lembaga pendidikan, sudah ada aturannya sendiri, yakni badan hukum publik yang bergerak di bidang pendidikan.

Semua lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh negara atau pemerintah, katanya, sekaligus sudah berbadan hukum, yakni badan hukum publik. Dengan demikian, tidak perlu lagi negara membuat aturan baru tentang status badan hukum lembaga pendidikan seperti halnya yang dimaksud dalam RUU BHP itu.

“Seperti UGM, IPB (Institut Pertanian Bogor), ITB (Institut Teknologi Bandung), dan lain-lain, itu kan pertangungjawabannya ke Dirjen Dikti, kemudian Diknas, lalu Presiden. Nah, Presiden itu kan negara. Jadi sudah pasti berbadan hukum, yaitu badan hukum publik,” terangnya.

Selain itu, ungkapnya, penyelenggaraan pendidikan itu pun merupakan tanggung jawab negara dalam hal ini adalah pemerintah. Kalaupun ada unsur partisipasi dari masyarakat atau swasta yang juga turut menyelenggarakan kegiatan pendidikan, negara tak bisa melarang.

Dalam acara yang digelar Pimpinan Pusat (PP) Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) itu, ia melihat ada kerancuan dalam RUU tersebut. Karena, meski sudah dibahas berulang-ulang, tidak satupun disebutkan jenis badan hukum di dalam RUU tersebut. Sehingga muncul kesan bahwa RUU itu juga berupaya menciptakan jenis badan hukum baru, BHP itu sendiri.

“Badan hukum, dalam kategori perdata, itu seperti PT (Perseroan Terbatas), Perum (Perusahaan Umum). Kalau dulu ada Perjan (Perusahan Jawatan), dan lain-lain. Kalau dalam kategori badan hukum publik, seperti yayasan, badan wakaf, dan sebagainya. Nah, di sini tidak dijelaskan, jenis badan hukum yang diinginkan itu seperti apa,” jelasnya.

Seharusnya, tambahnya, RUU tersebut menjelaskan tentang jenis atau bentuk badan hukum yang diperbolehkan menyelenggarakan pendidikan. “Yayasan kah, badan wakaf kah? Jadi, salah tempat kalau RUU ini ingin menjadikan lembaga pendidikan menjadi BHP. Karena semua sudah ada aturannya,” tandasnya. (rif)