Dana bagi hasil Cukai Tembakau (DBHCT) sampai saat ini peruntukannya dinilai masih dibatasi dan tidak maksimal dinikmati petani cengkeh dan tembakau yang mayoritas adalah warga nahdliyyin. Pada hakikatnya Pemerintah sudah fleksibel dan memberi keleluasaan Pemerintah Daerah untuk menggunakan dana bagi hasil tersebut dengan konsepnya yang dikenal "duapuluh kegiatan plus."
Demikian salah satu kesimpulan yang muncul pada Rapat Dengar Pendapatan Umum Komite IV DPD RI dengan jajaran Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia di Senayan (4/4/2011).
/>
"Saya mempertanyakan dana bagi hasil cukai tembakau yang belum maksimal dinikmati petani tembakau, hanya dibatasi pada beberapa item saja," tanya Abd. sudarsono, Anggota DPD RI dari Provinsi Jawa Timur.
Menurut Sudarsono, kontribusi petani tembakau pada pendapatan negara sudah selayaknya mendapatkan apresiasi berupa alokasi dana bagi hasil cukai tembakau yang pada 2010 lalu Pemerintah menargetkan mendapatkan pemasukan Rp57,29 Triliun.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu RI, Marwanto menjelaskan bahwa filosofi peruntukan dana bagi hasil cukai tembakau di luar negeri adalah penanggulangan dampak rokok bagi kesehatan. Sedangkan Pemerintah masih fleksibel dengan menentukan lima item yang sekarang menjadi duapuluh item.
Lebih lanjut, Pramujo, Direktur Dana Perimbangan Ditjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu RI menambahkan bahwa peruntukan dana bagi hasil cukai tembakau sudah ditentukan dengan rumusan "duapuluh plus"."Nah plusnya itu sangat luas tergantung Pemerintah daerah, seperti permodalan, dan lainnya," terang Pramujo. (bil/msf)
Terpopuler
1
Fadli Zon Didesak Minta Maaf Karena Sebut Peristiwa Pemerkosaan Massal Mei 1998 Hanya Rumor
2
Mendesak! Orientasi Akhlak Jalan Raya di Pesantren
3
40 Hari Wafat Gus Alam, KH Said Aqil Siroj: Pesantren Harus Tetap Hidup!
4
LD PBNU Ungkap Fungsi Masjid dalam Membina Umat yang Ramah Lingkungan
5
Mendaki Puncak Jabal Nur, Napak Tilas Kanjeng Nabi di Gua Hira
6
Orang-Orang yang Terhormat, Novel Sastrawan NU yang Dianggap Berbahaya Rezim Soeharto
Terkini
Lihat Semua