Warta HALAQOH KHITTAH NAHDLIYAH

Stigma Bid’ah, Ekonomi dan Pendidikan, Masalah Utama NU Sumsel

Selasa, 12 Desember 2006 | 04:48 WIB

Palembang, NU Online
Sedikitnya ada tiga hal yang menjadi masalah utama yang dihadapi Nahdlatul Ulama (NU) di Sumatera Selatan. Di antaranya, stigma ahli bid’ah (mengada-ada dalam beribadah) yang sering dilekatkan oleh kelompok lain kepada NU, lemahnya perekonomian serta perhatian terhadap pendidikan warga nahdliyin (sebutan untuk warga NU).

Ketiga hal tersebut terungkap dalam Halaqoh Khittah Nahdliyah Pengurus Cabang NU se-Sumatera Selatan (Sumsel) di Hotel Carrisima, Palembang, Sumsel, Selasa (12/12). Ketua Pengurus Wilayah NU Sumsel H Mal’an Abdullah juga hadir dalam acara yang merupakan rangkaian Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU itu.

<>

Seperti juga yang terjadi di banyak daerah di Pulau Jawa, stigma bid’ah juga dialami warga nahdliyin di semua kota maupun kabupaten di Sumsel. Terungkap dalam forum yang diikuti perwakilan 14 PCNU se-Sumsel itu, kelompok-kelompok Islam radikal-lah yang kerap mengarahkan tuduhan bahwa ritual keagamaan nahdliyin sarat dengan bid’ah.

“Kami pernah mendapat surat dari salah satu kelompok Islam garis keras. Surat itu berisi tuduhan bahwa kami (warga nahdliyin) ini adalah gudangnya bid’ah. Disebutkan juga bahwa kami adalah ahli neraka karena berbuat bid’ah itu,” kata Martunis Chaniago, Ketua PCNU Muba.

Hal yang sama juga diungkapkan Rusli, Ketua PCNU Pagar Alam. Menurutnya, di daerah tempat ia tinggal, banyak kelompok Islam yang juga mengaku berpaham Ahlussunnah Wal Jamaah, namun tak jarang seringkali menganggap NU yang juga berpaham sama sebagai ahli neraka. Tradisi keagamaan NU yang sudah dijalankan sejak lama dinilai oleh kelompok tersebut menyimpang dari ajaran Islam.

“Saya kira di sini perlu sikap tegas dari PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama). Ahlussunnah Wal Jamaah-nya NU itu seperti apa. Harus ditegaskan dan dijelaskan itu. Masalahnya, warga kami resah atas tuduhan sesat itu,” ungkap Rusli.

Selain persoalan stigma bid’ah tersebut, masalah utama yang dihadapi NU di Sumsel adalah lemahnya perekonomian warga nahdliyin. “Di daerah kami, Kabupaten Muba, adalah kabupaten terkaya di Sumsel. Tapi, warga NU-nya banyak yang miskin. Ini jelas menjadi masalah,” ujar Martunis Chaniago.

Senada dengannya, Hasan Ketua PCNU Prabumulih mengakui jika perekonomian warga NU sangat lemah. Akibatnya, katanya, organisasi juga tidak berjalan dengan baik. “Padahal Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk belajar sampai ke negari Cina. Cina sebagaimana kita tahu dikenal kuat dalam perekonomian,” tandasnya.

Pendidikan juga menjadi masalah berikutnya bagi warga nahdliyyin di Sumsel. Karena, perhatian NU terhadap dunia pendidikan dinilai kurang. Hal yang paling dirasakan adalah sulitnya mendirikan sekolah maupun madrasah yang bernaung di bawah Lembaga Pendidikan Ma’arif NU (lembaga di bawah NU yang membidangi pendidikan).

Dalam forum halaqoh tersebut terungkap pula, jika pun ada lembaga pendidikan yang dikelola oleh warga NU, namun mereka tidak bersedia menggunakan nama NU. “Banyak lembaga pendidikan milik warga NU, tapi seakan malu menggunakan nama NU. Saya temukan hanya beberapa saja yang terang-terangan pakai label NU,” ujar Imam Isa Mufti, Ketua PCNU Lubuk Linggau.

Hal lain yang juga muncul dalam forum tersebut adalah kurang populernya lembaga pendidikan yang dikelola secara mandiri maupun secara kelembagaan oleh NU. “Orang-orang NU sendiri justru lebih memilih sekolah selain sekolah atau madrasah NU untuk anak-anaknya,” tambah Imam Isa Mufti. (rif)