Nasional

Gus Dur Ajarkan Lima Pemikiran Penting kepada SBY

Sabtu, 4 Januari 2014 | 00:00 WIB

Jombang, NU Online
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku mempelajari setidaknya lima pemikiran penting dari KH Abdurraman Wahid (Gus Dur), baik saat menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi maupun Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan pada era kepresidenan Gus Dur.
<>
Yudhoyono mengatakan hal ini ketika menyampaikan kenangan dan kesaksian pribadi tentang sosok Gus Dur pada peringatan haul keempat Gus Dur di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Jumat (3/1) malam.

“Hampir semua masih relevan. Hampir semua masih menjadi agenda dalam perjalanan bangsa ini,” ujarnya.

Pertama, menurut Yudhoyono, Gus Dur menginginkan hadirnya masyarakat majemuk yang rukun. Gus Dur tidak mengharapkan ada benturan dan konflik antargolongan karena alasan perbedaan yang membua pecah bangsa di sejumlah negara di dunia. “Dan ini amanah dan agenda sepanjang masa,” ujarnya.

Kedua, Gus Dur dinilai sangat gigih menghilangkan diskriminasi dengan alasan apapun, baik dalam hal politik maupun budaya. “Pokok pikiran Gus Dur tersebut harus tetap kita lanjutkan,” ujar presiden yang mengenakan pakaian serba putih.

Yudhoyono melanjutkan, pokok pikiran Gus Dur yang ketiga adalah tidak ingin negara terlalu dominan, sebaliknya mantan Ketua Umum PBNU itu ingin peran rakyat diperbesar dalam setiap kebijakan. Gus Dur menolak otoritarianisme dan menghendaki keseimbangan politik yang demokratis dan berkualitas.

“Pemikiran ini mendahului zamannya. Memang Indonesia sudah masuk negara demokratis, namun kita masih sering menemui pola pikir  otoritarian. Makanya peran negara dan rakyat harus dibikin seimbang,” katanya menambahkan.

Keempat, lanjutnya lagi, negara tidak berhak untuk mengontrol pikiran warganya bagi masyarakat yang sudah matang dan mengerti ukuran-ukuran semestinya. Karenanya, kebebasan pers, berserikat, dan berekspresi harus mendapat ruang yang layak.

Yudhoyono kemudian memaparkan pemikiran Gus Dur yang kelima yang ingin hubungan antara sipil dan militer berlangsung sehat. “Banyak negara kekuatan militernya terlalu dominan, akhirnya demokrasi tidak hidup. Sebaliknya, ketika militer ditinggalkan, maka politik akan gaduh. Maka hubungan keduanya harus serasi. Masing-masing mengerti di mana domainnya,” pungkasnya.

Dalam acara puncak haul tersebut, Yudhoyono merupakan orang terakhir yang memberikan sambutan. Sebelumnya, sambutan disampaikan Ny Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid mewakili keluarga. Kemudian KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah mewakili Pesanten Tebuireng, serta mauidhah hasanah oleh Dr KH Mustain Syafi’i sebagai ganti Habib Luthfi yang berhalangan .

Jumlah pengunjung pada perhelatan kali ini mencapai 20 ribu orang lebih. Selain berada di dalam lokasi pondok, mereka juga berderet di depan pesantren atau di Jalan Irian Jaya sepanjang lebih dari dua kilometer. Juga ada pengunjung yang haus rela mengikuti acara di gerbang makam karena area ditutup selama Yudhoyono datang. (Syaifullah/Mahbib)

 

 

ADVERTISEMENT BY OPTAD

foto: antara


Terkait