Nasional

Menbud Fadli Zon Klaim Penulisan Ulang Sejarah Nasional Sedang Uji Publik

Senin, 21 Juli 2025 | 13:00 WIB

Menbud Fadli Zon Klaim Penulisan Ulang Sejarah Nasional Sedang Uji Publik

Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat menyampaikan pernyataan kepada wartawan di Lobi Gedung PBNU, Jakarta, pada Senin (21/7/2025). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Menteri Kebudayaan (Menbud) RI Fadli Zon menyatakan bahwa proyek penulisan ulang sejarah nasional saat ini tengah memasuki tahap uji publik. Ia memastikan proses ini akan terus berjalan hingga rampung pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-80 Republik Indonesia, sembari terus memperkaya materi sejarah dengan temuan-temuan terbaru.


“Kalau soal penulisan sejarah kita sedang uji publik atau diskusi publik nanti dan justru kita akan menambahkan soal misalnya masuknya Islam ke Indonesia dengan temuan-temuan situs Bongal (Sungai Lumut, di Desa Jago-jago, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut) sekarang ya,” kata Fadli saat ditemui NU Online di Lobi Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Senin (21/7/2025).


Ia menjelaskan, salah satu temuan penting dalam penulisan sejarah ini adalah bukti arkeologis yang menunjukkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 Masehi.


“Persis seperti yang dulu ulama pernah diskusikan di tahun 1963 di situs Bongal, Musi, ditemukan koin-koin (Bani) Umayyah, itu salah satu contoh bahwa kita perlu mengupdate temuan-temuan baru di dalam sejarah kita,” ujarnya.


Fadli Zon juga menyoroti pentingnya menguatkan narasi sejarah yang selama ini terabaikan, termasuk peran Nahdlatul Ulama (NU) dalam Resolusi Jihad. Menurutnya, kontribusi NU ini belum mendapat tempat dalam sejarah resmi.


“Juga kita lihat peran Nahdlatul Ulama soal resolusi Jihad, kita perkuat. Selama ini, (Resolusi Jihad) itu tidak pernah masuk,” tegasnya.


Namun, proyek penulisan ulang sejarah ini mendapat kritik dari berbagai kalangan. Salah satunya dari sejarawan Universitas Nasional (Unas) Andi Achdian yang menilai proyek tersebut sebagai bentuk dominasi tafsir tunggal oleh negara.


“Anda bayangkan (ada) dua sejarawan, akan ada dua tafsiran dalam satu peristiwa yang sama. Anda bilang tafsiran saya resmi dan tafsiran anda tidak resmi. Artinya anda menggunakan kekuasaan untuk menundukkan posisi itu yang tidak resmi, yang liar,” kata Andi dalam podcast NU Online, Menjadi Indonesia.


Penolakan juga datang dari Koalisi Masyarakat Sipil yang sebelumnya menggelar aksi di depan Kantor Kementerian Kebudayaan RI, Jakarta, pada Kamis (26/6/2025). Aksi itu menolak proyek sejarah resmi, termasuk rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Soeharto.


Dalam orasinya, aktivis kemanusiaan Maria Catarina Sumarsih mengingatkan bahwa rakyat tidak boleh tunduk pada versi sejarah yang dibentuk oleh kekuasaan.


“Menciptakan kejahatan adalah penguasa negara, bukan rakyat. Rakyat yang jadi korban, dan jangan jadikan buku sejarah yang proyeknya ini benar berhasil dan yang jadikan pintu masuk untuk memberikan (gelar) Pahlawan kepada Soeharto,” tegas ibunda Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan), mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas dalam peristiwa Semanggi I.