Warta

Bahas Korupsi dan Kunjungan Bush

Rabu, 15 November 2006 | 05:23 WIB

Jakarta, NU Online
Masalah korupsi dan kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS) George W Bush ke Indonesia menjadi masalah penting bagi dua organisasi kemasyarakatan Islam besar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhamadiyah. Ketua Umum Pengurus Besar (PB) NU KH Hasyim Muzadi dan Ketua Umum PP Muhamadiyah Din Syamsuddin, Selasa (14/11) kemarin menggelar pertemuan di Kantor PP Muhamadiyah, Jakarta, untuk membahas masalah gerakan moral antikorupsi dan kunjungan Bush.

Hasyim, demikian ia akrab disapa, datang ke Kantor PP Muhamadiyah pukul 14.00 WIB dan langsung menggelar pertemuan tetutup selama kurang lebih satu jam. Pada pertemuan itu, ia datang sendirian, sementara Din didampingi sejumlah petinggi PP Muhamadiyah.

<>

Usai pertemuan, Hasyim kepada wartawan mengatakan, pertemuannya dengan Din, di antaranya membahas masalah gerakan moral melawan korupsi. PBNU dan Muhamadiyah, katanya, telah menjalin kerja sama dengan Partnership untuk melakukan gerakan moral antikorupsi. Dan, pertemuan itu dimaksudkan untuk membahas tindak lanjut gerakan moral tersebut.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

“Kita membahas masalah gerakan moral melawan korupsi. NU dan Muhamadiyah telah melakukan kerja sama dengan Patnership untuk gerakan moral tersebut. Sekarang sudah ada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tapi belum optimal,” kata Hasyim.

Mantan Ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Timur itu menambahkan, gerakan pemberantasan korupsi di Indonesia memang sudah ada. Namun, ia melihat masih banyak kelemahan karena belum mampu mengatasi masalah korupsi yang telah menjadi penyakit bangsa. ”Kita bahas kembali, kalau memang gerakan moral itu masih diperlukan. Memang ada pemberantasan korupsi, tapi belum optimal,” jelasnya.

Soal Bush

Selain membahas masalah korupsi, Presiden World Conference on Religion and Peace (WCRP) dengan Din juga membincangkan soal kunjungan Bush ke Indonesia 20 November mendatang. Menurutnya, rakyat Indonesia harus cerdas dan berkualitas dalam mereaksi kedatangan Bush ke Indonesia . “Saya berharap umat Islam di Indonesia lebih cerdas dan berkualitas dalam mereaksi aksi AS, tidak asal bereaksi,” tuturnya.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Dalam kesempatan tersebut, pengasuh pondok pesantren Al-Hikam Malang itu juga menegaskan kembali keengganannya turut menyambut kedatangan Bush. Ia merasa perlu menunjukkan sikap lebih awal, meski belum tentu mendapat undangan dalam pertemuan dengan Bush. Ia juga mengaku hingga kini belum mendapat undangan untuk menyambut Bush dari pemerintah. ”Nggak ada (undangan-Red) karena belum apa-apa saya sudah bilang nggak hadir,” katanya.

Keengganannya itu, katanya, karena berbagai pertimbangan rasional, terutama terkait posisinya selaku Presiden WCRP. Jika dirinya turut menyambut Bush, maka secara langsung atau tidak langsung implikasinya adalah akan ada nuansa agama dalam berbagai konflik atau perang di beberapa negara, terutama di kawasan Timur Tengah, yang dimotori AS. ”Kalau saya hadir, akan kuat kembali justifikasi ada nuansa agama,” katanya.

Menurutnya, saat ini mulai berkembang kesadaran di kalangan umat beragama di seluruh dunia, bahwa agama tidak boleh lagi dijadikan “keranjang sampah” bagi agresi AS yang selalu membungkus tindakannya dengan alasan memerangi kelompok fundamentalis.

”Gejala ini sudah muncul di ICIS, OKI, WCC (sidang gereja dunia), juga Vatikan. Gereja Protestan dia AS bahkan pernah memohon maaf karena tidak bisa mencegah aksi yang dilakukan pemerintahnya, seperti menyerang Irak dan sebagainya,” katanya.

Di samping itu, beberapa masukan yang disampaikannya saat berkunjung ke Bali tahun 2003 silam tidak ada yang dilaksanakan oleh Bush. Masukan itu antara lain mendesak AS agar tidak menerapkan standar ganda dalam mengelola dunia serta serius menciptakan perdamaian di Timur Tengah. ”Masukan itu tidak ada yang dilakukan. AS malah memperkuat agresinya,” ungkapnya.
 
Sementara itu, Din berharap berbagai reaksi dari berbagai kelompok umat Islam tidak menjurus pada tindakan anarkis, karena itu akan merugikan bangsa Indonesia sendiri. ”Unjuk rasa itu damai saja. Jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” katanya. (rif)


Terkait