Warta

Penghapusan Status Agama di KTP Tidak Selesaikan Masalah

Jumat, 9 Maret 2007 | 06:02 WIB

Yogyakarta, NU Online
Penghapusan status agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) tidak akan menyelesaikan akar permasalahan yang dimungkinkan timbul dari pencantuman agama terhadap pemilik KTP.

Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Ari Sudjito di Yogyakarta, Jumat, mengatakan wacana ini terlalu berlebihan, dan tidak signifikan untuk dipersoalkan karena pencantuman status agama di dalam KTP hanyalah simbol atau identitas.

<>

Sebelumnya sejumlah tokoh masyarakat dan anggota LSM yang tergabung dalam Gerakan Integrasi Nasional di Jakarta menyerukan penghapusan kolom agama dari karena dinilai diskriminatif dan berpotensi menimbulkan perpecahan.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

"Persoalan penting sekarang adalah pemerintah harus mampu mewujudkan masyarakat yang demokratis dan pluralis termasuk kesejahterananya agar perbedaan agama tidak akan menjadi suatu masalah," katanya.

Membenahi masyarakat dimulai dari pemimpinnya, karena itu pemerintah harus mengajak pemimpin agama untuk memberi pengertian pada umatnya tentang pentingnya sikap toleransi.

"Kalau identitas dihilangkan tetapi para pemuka masyarakat dan tokoh agama masih saling bertentangan, tidak akan menyelesaikan masalah," katanya.

Komunikasi antarpemuka agama dengan membentuk komunitas tertentu hendaknya  bukan sekedar simbol. Istilahnya, kata dia, yang mesti dihilangkan adalah reproduksi stigma sektarianisme dalam institusi agama dari pada sekedar menutupi identitas.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

"Karena selain tidak menyelesaikan masalah, jika status agama dihilangkan, maka akan memicu hal-hal serupa yang menuntut untuk dihilangkan, seperti etnis dan simbol identitas lainnya," kata Ari.

Pemerintah seharusnya membumikan agama, memberi pengertian bahwa agama bukan hanya urusan ritualistik, surga dan neraka, tetapi juga menyentuh isu sosial. Ia menilai selama ini yang menjadi permasalahan agama bukan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama tetapi justru terletak pada penafsiran para penguasa atas agama itu sendiri.

Hal yang sangat penting juga, kata Ari, adalah pembenahan struktur birokrasi agar dalam menjalankan tugasnya tidak diskriminatif, sehingga masyarakat tidak merasa terganggu dengan identitas yang dimilikinya. (ant/mad)


Terkait