Warta

Pesantren Mudah Menerima Perubahan Dunia Luar

Jumat, 9 Maret 2007 | 03:30 WIB

Medan, NU Online
Menteri Agama (Menag) M. Maftuh Basyuni mengatakan pesantren mudah menerima perubahan dan dapat bersinggungan dengan dunia luar yang bersifat dinamis tanpa kehilangan idntitasnya sebagai lembaga agama.

Semua itu bisa terjadi karena pesantren mampu menyesuaikan diri terhadap berbagai inovasi dan perkembangan masyarakat, katanya pada pertemuan dengan PARA tokoh agama, ulama dan pimpInan pondok pesantren Se Sumatera di Asrama Haji Medan, Kamis.

<>

Semula acara tersebut juga akan dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, namun batal menyusul sejumlah bencana yang melanda negeri ini seperti gempa bumi di Sumatera Barat.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Pada kesempatan itu Menag menyampaikan permintaan maaf Presiden dan meminta kepada yang hadir mendoakan Kepala Negara agar dalam waktu dekat ini bisa berkunjung ke Sumut.

Pada bagian lain Menag mengatakan, selama tiga dasawarsa ini telah terjadi perubahan-perubahan mencolok di dunia pondok pesantren. Dari sisi kuantitas, saat ini terdapat sekitar 16.000  pesantren yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara, dengan jumlah santri hampir lima juta orang.

"Jumlah tersebut tentu merupakan potensi luar biasa bagi tumbuhnya gerakan masyarakat yang bertumpu pada kemandirian dan keswadayaan," katanya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan besarnya jumlah pesantren dengan beragam corak itu juga potensial untuk merealisasikan gerakan "pendidikan untuk semua" dan akselerasi wajib belajar pendidikan dasar.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Perkembangan lain yang dapat dilihat adalah peningkatan jumlah dan jenis program pendidikan yang diselenggarakan pesantren. Sejak lama pesantren dikenal sebagai lembaga "tafaqquh fiddin" dan penjaga nilai-nilai "salafiyah".

Saat ini, katanya, pesantren bukan saja menyelenggarakan pendidikan formal (madrasah, sekolah dan perguruan tinggi) tetapi juga pendidikan non formal (diniyah, pengajian, kitab pendidikan Al-Qur’an dan majelis ta’lim).

Bahkan, dewasa ini banyak program-program rintisan yang muncul dan dikembangkan pesantren di antaranya agroindustri, pertanian, program ketrampilan, penguatan masyarakat pesisir dan kelautan, kewirausahaan, agribisnis, ekonomi syari’ah dan sebagainya.

"Program-program baru dan alternatif tersebut tidak sampai menghilangkan atau mencerabut akar-akar kultural yang dimiliki pesantren," ujarnya.

Lebih jauh Menag mengatakan bahwa pertemuan ulama se Sumut itu memiliki makna penting untuk menangkap berbagai apresiasi, kemajuan dan meningkatkan fungsi dan peran pondok pesantren ke depan.

"Karena kita menyadari tantangan dunia, seperti derasnya budaya global, multikulturalisme, kerusakan lingkungan, peningkatan  populasi dan transisi demografi adalah situasi umum yang kita rasakan saat ini," ujarnya. (ant/mad)