Warta

Posisi Syuriah NU sangat Strategis tapi Kurang Diperankan

Selasa, 24 April 2007 | 00:03 WIB

Cilacap, NU Online
Posisi syuriah di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai dewan tertinggi (supreme council) memang sangat strategis sekaligus juga menentukan kualitas NU sebagai sebuah organisasi. Akan harus disadari juga selama ini secara personal masih banyak syuriah yang kurang bisa memahami peran dan fungsinya. Hal ini disebabkan pengkaderan yang dilakukan kurang melalui proses yang berkesinambungan dan tanpa pengawalan.

Demikian Wakil Rois Syuriyah Majelis Wakil Cabang (MWC) NU Kroya-Cilacap Abdal Malik kepada NU Online di Cilacap, Senin (23/4). Dari sisi kemampuan pemahaman agama tidak sedikit syuriah, terutama di tingkat ranting, yang kewalahan menjawab persoalan keagamaan. Padahal merekalah yang berhadapan langsung dengan warga NU.

<>

"Di bidang manajemen organisasi yah asal diundang kumpulan mau hadir saja sudah lumayan. Namun tetap masih perlu disyukuri karena kebanyakan mereka masih menunjukkan kecintaan terhadap NU. Terbukti ketika NU dihina respon mereka sangat keras," katanya.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Mengenai pendidikan di pesantren meski tidak semua syuriah memiliki pesantren tetap diperlukan usaha membuka cakrawala baru kepada para pengurus syuriah sebagai guru agama. NU perlu memberi informasi tentang format pendidikan pesantren yang dianggap bisa lebih berhasil secara keilmuan.

"NU perlu menghadirkan tokoh-tokoh intelektual Islam dunia semisal Dr. Sa'id M Ramadhan, Wahbah Al-Zuhaily dll. Para pengasuh pesantren perlu diberi informasi bagaimana metode serta keberhasilan komunitas pesantren di India. Padahal mereka sama dengan kita, sama-sama bukan Arab dan tidak berbahasa Arab," kata Abdal Malik. 

Selain itu, lanjut Redaktur Pelaksana buletin Tajalla Cilacap itu, perlu ada pentargetan yang berbeda dari masing-masing pesantren dalam melakukan proses pendidikan dan pembelajaran. Menurutnya, pesantren harus memiliki target santri harus sampai pada tingkatan tafaqquh fiddin atau menjadi orang yang berilmu, mengetahui hukum disertai dalilnya serta mampu menggali hukum-hukum syari'at.

"Pengasuh pesantren model ini tidak perlu mengharapkan banyaknya santri melainkan betul-betul ada proses seleksi yang ketat disertai pengawalan pembelajaran secara serius," katanya.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Hal penting lain adalah bagaimana para alumni pesantren tidak gagap menghadapi kehidupan yang sebenarnya dengan masyarakat. Sebab saat ini tidak sedikit dari para alumni yang sehari-harinya sering dipusingkan oleh persoalan ekonomi.

Ini terjadi karena banyak dari mereka yang tidak memiliki keahlian tertentu yang bisa menjadi sarana mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. "Ada ungkapan menyakitkan, Wong untuk makan sehari-hari saja pusingnya setengah mati, masih harus kondangan sana-sini. Ya nggak tahu biaya pendidikan anak saya nanti," kata Abdal Malik. (nam)


Terkait