Daerah

Innalillahi, Santri 'Kalong' yang Dijewer Mbah Hayim Itu Wafat

Kamis, 12 Agustus 2021 | 13:42 WIB

Innalillahi, Santri 'Kalong' yang Dijewer Mbah Hayim Itu Wafat

KH Abu Bakar (Foto: Dok NU Online Jombang)

Jombang, NU Online
Innalilahi wa innailaihi rajiun. Kabar duka kembali menyelimuti warga Nahdliyin. Ini setalah santri langsung dari pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadratussyekh KH M Hasyim Asy'ari, KH Abu Bakar wafat, Kamis (12/8) sekitar pukul 17.00 WIB. Almarhum menghembuskan napas terakhir di usia sekitar 90 tahun.

 

Kabar ini dibenarkan oleh salah satu santri almarhum, Akhmad Zainuddin.  "Sampun kapundut (sudah wafat) guru kulo (guru saya) Mbah KH Abu Bakar, santri Mbah Hasyim Asy'ari. Mohon ziyadah doa," katanya sebagaimana diterima kontributor NU Online.

 

KH Abu Bakar bertempat tinggal di Desa Bandung, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang. Zainuddin menyampaikan, almarhum akan dikebumikan malam ini sekitar pukul 20.00 WIB di area pemakaman setempat.

 

Ketua Pengurus Cabang (PC) Lembaga Amil Zakat Infak dan Sedekah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) Jombang ini menambahkan, dirinya berguru kepada almarhum sejak tahun 1991 hingga 2000. Ia mengaku, banyak ilmu yang sudah diserap dari almarhum, mulai ilmu nahwu, fiqih, sampai tafsir Al-Qur'an.

 

"Beliau guruku, yang ngajari aku ilmu alat dari Imrithi, Ibnu Aqil, ilmu hadits, tafsir dan fiqh. Di samping ngaji Al-Qur'an setiap selesai maghrib," jelasnya.

 

Sosok sederhana
Gok Din, demikian ia disapa mengungkapkan, sosok almarhum sangat sederhana, baik dalam bersikap saat mengajari santrinya, maupun dari sisi tampilan. 

 

"Beliau ini meski ulama alim tapi tidak pernah macak neko-neko. Biasa seperti pada umumnya pakai kopiah hitam," tuturnya.

 

Kesederhanaan almarhum juga ditunjukkan dalam aktivitas kesehariannya di luar tugas utamanya sebagai pendidik atau guru, almarhum juga adalah seorang petani yang gigih. Hampir bisa dipastikan setalah selesai mengajar para santri, almarhum langsung pergi ke sawah. 

 

"Dan beliau selalu memberi contoh bekerja yang konkret. Habis ngajar ya ke sawah bertani," ungkapnya.

 

"Ojo seneng gumantung podo makhluke (jangan suka bergantung sesama makhluknya). Itu kata-kata beliau yang sering saya tirukan," lanjutnya mengakhiri.

 

Berguru tiga tahun
Kiai Abu Bakar adalah santri 'kalong' Mbah Hasyim. Ia tidak menetap di Pesantren Tebuireng sebagaimana santri lainnya. Kiai Abu berguru kepada Kiai Hasyim selama tiga tahun, dari 1944 hingga 1947. 

 

"Sudah menempuh jarak jauh, baru sampai tempat saya bukan langsung ngaji. Tapi disuruh dulu membersihkan kamar mandi yang kotor," ujar Kiai Abu saat sebagaimana disampaikan kepada wartawan NU Online Jombang, Ahad, (21/2/2021) lalu.

 

Kiai Abu mengaku begitu patuh dan taat mengerjakannya. Karena baginya, melakukan hal itu dengan sadar dan ikhlas juga melatih mental dalam berguru. Ia meyakini, sang kiai tengah memberikan pengajian dalam bentuk yang berbeda. 

 

Selama masa belajar di Tebuireng, Kiai Abu Bakar jalan kaki. Jarak tempuh antara kediaman ke Pesantren Tebuireng cukup jauh, meski masih satu kecamatan. Bahkan di dalam perjalanannya, ia mengaku kadang bertemu dengan pasukan penjajah Belanda. 

 

Setelah menyelesaikan belajar di Tebuireng, Kiai Abu mendirikan madrasah yang akhirnya berkembang hingga saat ini.

 

Sebelum mendirikan lembaga pendidikan, ia merasa banyak generasi muda yang tidak memperoleh pembinaan ilmu agama. Ia ingin menjadi salah satu orang yang peduli terhadap pendidikan agama.

 

Meski begitu, ia pernah merasa putus asa untuk melanjutkan pengajaran di madrasah lantaran tak sedikit santri yang tiba-tiba memilih pindah ke sekolah yang lebih mewah. Saat itu ia hampir menyerah, namun pada suatu malam Kiai Hasyim tiba-tiba datang di mimpinya.

 

"Mbah Hasyim Asy'ari rawuh dalam mimpi saya, saya dijewer lalu beliau dawuh, 'lanjutkan perjuangan amalmu atas ilmu yang telah di dapat'," jelasnya.

 

Setelah mengalami kejadian mimpi itu, Kiai Abu Bakar terus melanjutkan niatnya mengajar. Menularkan ilmu pada generasi muda.

 

"Jangan sampai perjuangan ilmu dan amalmu terhambat oleh nafsumu," pesannya.

 

Pewarta: A Syamsul Arifin
Editor: Zunus Muhammad