Puasa tapi Suka Marah? Begini Wejangan Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari
NU Online · Selasa, 12 April 2022 | 15:00 WIB

KH Hasyim Asy'ari (tengah) bersama KH Dawam (kanan) dan KH Jazuli Usman. Foto termuda, sekitar 1917-an, depan mihrab masjid TBI. (Foto: NU Online)
Ajie Najmuddin
Kontributor
Dalam Majalah Soeara Moeslimin Indonesia (Soemoesi) No. 17 Tahun II (13 Ramadhan 1363 / 1 September 1944) Hadratussyekh KH M Hasyim Asy'ari menjelaskan terkait keutamaan dan hikmah bagi orang yang berpuasa. Menurut Rais Akbar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut, setidaknya dalam ibadah puasa memuat tiga hikmah.
"Poeasa jang telah mendjadi kewadjiban Oemmat Islam itoe tiada sedikit mengandoeng keoetamaan dan hikmat jang bermatjam-matjam. Dan djoega memberikan pendidikan jang sangat berharga pada kita semoea," ungkapnya.
Dipaparkan, dalam artikel berjudul 'Poeasa Ramadhan dan Kelonggaran Berboeka', hikmah yang pertama yaitu agar memberikan istirahat pada perut (alat pencerna makanan) yang dalam masa setahun telah bekerja tanpa henti.
Kemudian, yang kedua yakni membiasakan lapar. Terlebih pada masa itu, merupakan masa paceklik pangan akibat pendudukan jepang dan peperangan. "Karena lapar itoe dapat menoemboehkan dan mengoeatkan achlaq jang baik dan boedi pekerti jang moelia," jelasnya.
Meski demikian, lanjut Hadratussyekh, masih banyak di bulan Ramadhan yang hanya sekadar memindahkan jadwal makan. Sehingga pada malam hari, perut diisi makanan dan minuman sebanyak-banyaknya. Padahal dengan memperbanyak makan ini akan menumbuhkan sifat buruk, yakni mudah marah.
"Sebagaimana kita ma'loemi pada oemoemnja orang berpoeasa itoe lekas marah, meskipoen karena perkara jang ketjil-ketjil. Hal ini boekan karena bawaan poeasanja, tetapi karena kesalahan orang jang berpoeasa. Jaitoe mengisi peroet padat-padat," terang Kiai Hasyim.
Sedangkan hikmah yang ketiga, agar menumbuhkan rasa empati kepada orang-orang miskin, yang terkadang susah untuk mendapatkan makanan. Dengan jalan berpuasa itulah, orang-orang yang kaya dan mampu akan merasakan hal yang sama dirasakan oleh orang-orang miskin, yakni perasaan menahan perut yang kosong karena tidak makan.
"Karena itoelah, maka sehabis berpoeasa, laloe diiringi kewadjiban berzakat fithrah," lanjutnya.
Namun, menurut Hadratussyekh, sayangnya beberapa hikmah tersebut kurang diperhatikan oleh orang-orang yang berkecukupan tadi. Di mana, mereka masih tidak peduli dengan saudara ataupun tetangganya yang kelaparan.
"Hingga hikmat itoe hampir tinggal bekas-bekasnja, sedang orang-orang jang memerloekan pertolongan beloem dapat tertolong semoeanja sebagaimana mestinja. Moedah-moedahan rasa soeka tolong menolong itoe bertambah hari bertambah meresap ke hati sekalian rakjat Indonesia choesoesnja, dan Asia Timoer oemoemnja," pungkasnya.
Majalah Soemosi merupakan majalah yang diterbitkan oleh Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) di zaman pendudukan Jepang. Kala itu, Hadratussyekh menjabat sebagai Ketua Besar. Sedangkan putranya, KH A Wahid Hasyim ditunjuk menjadi Ketua Muda (pelaksana). Majalah Soemoesi ini bisa dikatakan merupakan lanjutan dari Soeara MIAI yang diterbitkan oleh Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI).
Penulis: Ajie Najmuddin
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua