Saat KH Ghazalie Masroeri Kisahkan Ulama Ahli Falak dari Jombang
NU Online · Kamis, 20 Februari 2020 | 05:30 WIB
Salah satu kelebihan Kiai Ghazalie ialah meskipun tidak bisa melihat, beliau mampu memprediksi posisi hilal sampai beberapa tahun ke depan. Di masa mudanya, sebelum dikenal sebagai ahli hisab dan rukyat, KH Ghazalie Masroeri bertahun tahun nyantri pada almarhum Kiai Turaichan, ahli falak kelas dunia asal dari Kudus, Jawa Tengah.
Namun, meskipun kepakarannya telah diakui sejumlah pihak termasuk pemerintah, Kiai Ghazalie Masroeri tidak pernah menganggap hasil hisab dan rukyatnya sebagai sebuah keputusan, melainkan kabar (ikhbar). Karena wilayah keputusan ada di tangan pemerintah yang sah.
Terkait hal itu, Kiai Ghazalie pernah menceritakan kepada Abdul Mun’im DZ (baca Fragmen Sejarah NU, 2017: 117) tentang KH Hasyim Asy’ari yang menegur menantunya KH Maksum Ali, ahli falak. Kiai Hasyim Asy’ari melakukan teguran terhadap menantunya perihal hasil hisab dan rukyat yang diumumkan tanpa melalui pemerintah.
KH Maksum Ali Jombang, seorang ahli falak yang juga menulis kitab tentang falak. Sudah menjadi kelaziman bagi ahli falak untuk melakukan puasa dan lebaran sesuai hasil hisab (perhitungan astronomi) dan rukyat (observasi/melihat hilal)-nya sendiri.
Pada suatu hari sesuai dengan hasil perhitungannya, Kiai Maksum Ali memutuskan untuk ber-Idul Fitri sendiri yang ditandai dengan menabuh bedug bertalu-talu. Mendengar keriuhan itu, sang mertua, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari kaget.
Setelah tahu duduk perkaranya, ia menegur, “Hei, bagaimana kau ini, belum saatnya lebaran kok bedug-an duluan?”
Mendapat teguran dari mertuanya itu Kiai Maksum segera menjawab dengan tawadhu (hormat). “Inggih (iya) romo kiai, saya melaksanakan Idul Fitri sesuai dengan hasil hisab yang saya yakini ketepatannya.”
“Soal keyakinan ya keyakinan, itu boleh dilaksanakan. Tetapi jangan woro-woro (diumumkan dalam bentuk tabuh bedug) mengajak tetangga segala,” jelas Kiai Hasyim Asy’ari.
“Tetapi bukankah pengetahuan ini harus diikhbarkan (dikabarkan), Romo?” tanya Kiai Maksum.
“Soal keyakinan itu hanya bisa dipakai untuk diri sendiri, dan tabuh bedug itu artinya sudah mengajak dan mengumumkan kepada masyarakat, itu bukan hakmu. Untuk mengumumkan kepastian Idul Fitri itu haknya pemerintah yang sah,” tutur Kiai Hasyim.
“Inggih Romo,” jawab Kiai Maksum setelah menyadari kekhilafannya.
Abdul Mun’im (2017) mencatat, pendirian Kiai Hasyim Asy’ari itu kemudian ditetapkan secara formal dalam Munas Alim Ulama NU di Cipanas, Bogor tahun 1954, bahwa hak itsbat diserahkan kepada pemerintah sebagai waliyul amri.
Penulis: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Refleksi Kemerdekaan, Perbaikan Spiritual dan Sosial Menuju Indonesia Emas 2045
2
Prabowo Klaim Selamatkan Rp300 Triliun APBN, Peringatkan Risiko Indonesia Jadi Negara Gagal
3
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Ngeusian Kamerdekaan ku Syukur jeung Nulad Sumanget Pahlawan
4
Gus Yahya Cerita Pengkritik Tajam, tapi Dukung Gus Dur Jadi Ketum PBNU Lagi
5
Taj Yasin Pimpin Upacara di Pati Gantikan Bupati Sudewo yang Sakit, Singgung Hak Angket DPRD
6
Ketua PBNU: Bayar Pajak Bernilai Ibadah, Tapi Korupsi Bikin Rakyat Sakit Hati
Terkini
Lihat Semua