Internasional

Konflik Agama di Prancis, Reintegrasi Nasionalisme dan Islam Perlu Diperkuat

Rabu, 4 November 2020 | 07:00 WIB

Konflik Agama di Prancis, Reintegrasi Nasionalisme dan Islam Perlu Diperkuat

Pengamat Terorisme dan Konflik Global Soffa Ihsan mengatakan apa yang terjadi di Prancis perlu disikap secara bijak dari dunia. Agar masalah ini menemukan jalan terang, reintegrasi nasionalisme dan Islam harus diperkuat. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online

Kasus pemenggalan seorang guru oleh oknum kelompok radikal di Prancis berujung tidak stabilnya kondisi sosial negara-negara di dunia terutama negara yang memiliki penduduk mayoritas Muslim. Persoalan pelik yang dilatarbelakangi pembuatan karikatur Nabi Muhammad SAW oleh warga Prancis tersebut belum juga terurai. 

 

Sebaliknya, Presiden Prancis Imanuel Macron diserang habis-habisan oleh negara-negara Muslim lantaran telah melontarkan pernyataan yang seolah mendukung hadirnya karikatur Nabi Muhammad SAW di negaranya itu. Selain menyudutkan agama Islam, pidato Macron tersebut berujung pada munculnya peristiwa pembunuhan dan penikaman kepada beberapa Muslim di Prancis. 

 

Pengamat Terorisme dan Konflik Global Soffa Ihsan mengatakan, apa yang terjadi di Prancis perlu disikap secara bijak dari dunia. Menurut dia, agar masalah ini menemukan jalan terang, reintegrasi nasionalisme dan Islam harus diperkuat. 

 

"Artinya, negara-negara di dunia perlu mendorong Prancis agar mengkompromikan konsep Islam dan nasionalisme mereka," ujar Direktur Eksekutif Lembaga Daulat Bangsa (LDB) ini kepada NU Online, Rabu (4/11) .

 

Pihaknya optimistis jika dunia telah mendorong hal itu setidaknya Prancis tidak melakukan hal-hal yang dinilai akan mengganggu kondusivitas negara luar. "Kata-kata Macron bahwa Islam dalam krisis perlu disikapi secara bijak. Bagi saya kata-kata ini sesuai dengan fakta yang ada di beberapa negara," ujar dia.

 

Beberapa fakta seperti negeri Muslim banyak mengalami konflik antarfirqah, seperti di Syuriah dan Irak. "Sampai saat ini, di sana saling bunuh. Terorisme sangat kasat mata. Ini salah satu akibatnya karena belum terjadinya reintegrasi atau kompromi konseptual antara nasionalisme dan Islam sehingga sampai kini masih konflik," ujar pria yang biasa disapa Gus Soffa.

 

Ia membaca retorika Macron yang cenderung mengaitkan kasus karikatur Nabi Muhammad SAW dengan hubungan Kristen di Eropa. Sebagai mana kita ketahui, lanjut Gus Soffa, Kristen di Eropa sendiri penuh dengan konflik yang mengakibatkan lahirnya kebijakan sekularisme meskipun beberapa kebijakan tetap mengharagai kesetaraan. 


Menurut Gus Soffa, sikap Macron mengalami kontradiksi sebab kesetaraan yang diagungkan di Prancis menjadi boomerang bahkan mewujudkan kebebasan yang kebablasan. Intinya, kata dia, membuat karikatur Nabi Muhammad SAW adalah hal yang sensitif karena menyinggung umat Muslim. 

 

"Seharusnya memang Macron perlu menghargai keyakinan Muslim. Bahkan kebijakan kesetaraan yang dibuatnya seharusnya perlu ada perlindungan terhadap minoritas Muslim di sana," ucapnya. 

 

Sampai saat ini, tragedi yang berawal dari peristiwa pemenggalan kepala Samuel Paty itu seakan terus membuat dunia internasional heboh. Beberapa hal buruk justru menyebabkan umat Islam di Prancis tidak merasa nyaman. 

 

Hal itu disebabkan oleh kejadian yang menelan korban jiwa beberapa waktu yang lalu. Dua Muslimah di Prancis mengalami luka-luka setelah ditikam ketika keduanya sedang berjalan-jalan di Taman Menara Eiffel, Paris. 

 

Kejadian itu dilaporkan terjadi pada Ahad (18/10) malam waktu setempat, atau dua hari setelah kasus menimpa Samuel Paty. Belum juga luka tersebut reda, pada Kamis (29/10) Pemerintah Prancis melaporkan teradi penusukan di Gereja Notre-Dam yang menewaskan tiga orang. 

 

Pelaku penyerangan di gereja Notre-Dame telah ditangkap. Belum disebutkan identitas pelaku. Belum juga diketahui apa motif serangan di Nice atau apakah ada kaitannya dengan kartun Nabi Muhammad. 

 

Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan