Internasional

Massa Demo ‘UU Anti-Muslim’ di India, Enam Orang Meninggal

Senin, 16 Desember 2019 | 11:00 WIB

Massa Demo ‘UU Anti-Muslim’ di India, Enam Orang Meninggal

Massa menggelar aksi protes di beberapa wilayah di India pada Rabu (11/12). Mereka menentang UU Perubahan Kewarganegaraan (CAB) kontroversial yang disahkan Parlemen India. (AP Photo/Anupam Nath)

New Delhi, NU Online
Massa turun ke jalan menentang Undang-Undang (UU) Amandemen Warga Negara atau Citizenship Amendment Bill (CAB) yang disahkan Parlemen India Rabu, (11/12) lalu. UU yang disahkan pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi itu dianggap anti-Muslim. Pasalnya, UU itu memungkinkan imigran ilegal non-Muslim dari Bangladesh, Pakistan, dan Afghanistan bisa mendapatkan kewarganegaraan India.

Massa yang terdiri dari penduduk dan mahasiswa berkumpul berjanji akan terus melakukan aksi demonstrasi menentang UU kontroversial tersebut. Aksi protes dilaksanakan di beberapa wilayah seperti Assam, Tripura, dan Benggala Barat. Seperti dilaporkan AFP, Senin (16/12), korban meninggal akibat bentrokan dalam aksi demonstrasi mencapai enam orang. 

Rinciannya, sedikitnya empat orang meninggal dunia di wilayah Assam setelah terkena tembakan pasukan keamanan India. Seorang meninggal setelah dipukuli massa saat terjadi bentrok dan seorang lainnya tewas setelah toko yang menjadi tempat tinggal dibakar pendemo.

Sebagaimana diketahui, dalam sepekan terakhir terjadi aksi unjuk rasa besar-besara di India yang menentang UU Kewarganegaraan yang dianggap anti-Muslim. Setidaknya, aksi protes tersebut terjadi selama enam hari. 

Pada Jumat (13/12) lalu setelah pemerintah mengesahkan UU Kewarganegaraan yang dianggap anti-Muslim. Pada aksi unjuk rasa tersebut, terjadi bentrokan antara para peserta demonstrasi dengan aparat keamanan di wilayah India timur laut. Untuk Membubarkan demo, pihak keamanan sampai sampai menggunakan senjata api. Akibat kerusuhan itu, dua orang tewas dan beberapa lainnya terluka. 

“Beberapa dari orang-orang itu dibawa dengan luka-luka karena peluru. Dua dari 21 orang itu telah meninggal," kata seorang dokter di suatu rumah sakit tempat para pasien dilarikan, Ramen Talukdar, sebagaimana diberitakan AFP. Aksi unjuk rasa juga diwarnai dengan pembakaran dan penembakan gas air mata oleh pihak kepolisian India. 

Pada Ahad (15/12) waktu setempat juga terjadi aksi unjuk rasa besar-besaran di wilayah Guwahati. Dilaporkan, sekitar lima ribu orang ikut dalam aksi demo tersebut. Ratusan anggota kepolisian India mengawal aksi demonstrasi tersebut.

Para mahasiswa dan penduduk setempat juga melakukan aksi unjuk rasa di Universitas Jamia Milia Islamia di Delhi tenggara. Namun kemudian, aksi unjuk rasa tersebut berubah menjadi bentrokan setelah peserta aksi melakukan pembakaran motor, bus, dan mobil. Polisi kemudian menembakkan gas air mata untuk memukul mundur peserta aksi. Atas insiden itu, dilaporkan lebih dari 100 orang terluka.

"Banyak dari mereka mengalami cedera patah tulang. Kami kehabisan plester untuk gips," kata seorang pejabat di Rumah Sakit Alshifa yang terletak di dekat universitas, Inamul Hassan, dilansir dari laman Reuters, Senin (16/12).

Begitu pun di Benggala Barat. Para pengunjuk rasa membakar ban, bahkan kereta api dan bus. Mereka juga menduduki jalur rel kereta api setempat. Pasukan keamanan diturunkan untuk mengatasi amuk massa. 

UU Kewarganegaraan yang dianggap anti-Muslim Parlemen India mengesahkan Amandemen Warga Negara atau Citizenship Amendment Bill (CAB) pada Rabu (11/12) lalu. Dengan kebijakan baru tersebut, otoritas India bisa mengabulkan status kewarganegaraan bagi jutaan imigran ilegal yang masuk ke India dari tiga negara lainnya (Pakistan, Afghanista, dan Bangladesh) pada atau sebelum 31 Desember 2014.

Namun demikian, UU tersebut tidak berlaku bagi imigran ilegal yang beragama Islam. UU itu tidak hanya ditentang kalangan Muslim India, tapi juga warga setempat karena mereka khawatir dengan masuknya imigran Hindu dari Bangladesh, yang selama ini dianggap sebagai penyusup asing. 

Kelompok HAM dan komunitas Muslim India telah mengggugar ‘UU anti-Muslim’ tersebut ke Mahkamah Agung India. Mereka menilai, UU tersebut bertentangan dengan konstitusi India yang sekuler dan mendiskriminasi umat Islam. 

Pewarta: Muchlishon
Editor: Fathoni Ahmad