Internasional

Raja Salman ke Trump: Saudi Ingin Solusi Adil bagi Palestina

Senin, 7 September 2020 | 06:00 WIB

Raja Salman ke Trump: Saudi Ingin Solusi Adil bagi Palestina

Raja Salman. (Foto: SPA)

Riyadh, NU Online
Penguasa Arab Saudi, Raja Salman bin Abdulaziz, mengatakan kepada Presiden Amerika Serikat, Donald Trump bahwa Kerajaan ingin melihat solusi yang adil dan permanen untuk persoalan Palestina, berdasarkan Inisiatif Perdamaian Arab yang digagas Kerajaan pada 2002 lalu. 


Salah satu klausul dalam inisiatif tersebut mengusulkan pembentukan hubungan normal antara negara-negara Arab dan Israel, dengan syarat Israel harus menghentikan dan menarik diri dahulu dari semua wilayah yang didudukinya sejak 1967 dan imbalan kesepakatan kenegaraan Palestina. Israel beberapa kali menyatakan menolaknya dan meminta agar inisiatif tersebut diubah secara mendasar.


Demikian disampaikan Raja Salman ketika menelpon Trump pada Ahad (6/9). Kedua pemimpin ini berbicara melalui sambungan telepon menyusul kesepakatan bersejarah antara Uni Emirat Arab (UEA) dan Israel—yang menormalisasi hubungan, dengan Trump sebagai penengahnya. Dengan demikian, UEA menjadi negara Arab ketiga yang menormalisasi hubungan dengan Israel, setelah Mesir dan Yordania.


Diberitakan kantor berita Saudi, SPA, Ahad (6/9), Raja Salman mengapresiasi upaya-upaya yang dilakukan Trump untuk membangun perdamaian di wilayah Palestina dan Israel. 


Sebagaimana diketahui, selama ini Arab Saudi tidak mengakui Israel. Kendati demikian, pada bulan ini Kerajaan mengizinkan pesawat Israel menggunakan wilayah udaranya dalam penerbangan antara Israel dan UEA. 


Sementara itu, Putra Mahkota Arab Saudi yang juga merupakan anak Raja Salman, Mohammed bin Salman (MBS) dan Penasihat Gedung Putih yang juga menantu Trump, Jared Kushner, mendiskusikan tentang perlunya Palestina dan Israel melanjutkan negosiasi dan mencapai perdamaian abadi, setelah Kushner berkunjung ke UEA bulan lalu.


Kushner berharap, negara-negara Arab lainnya bisa menormalkan hubungan mereka dengan Israel. Namun sejauh ini, belum ada negara Arab yang mengikuti langkah UEA tersebut.


Pihak Palestina menolak dan mengecam kesepakatan UEA dan Israel tersebut. Palestina menganggap, kesepakatan itu merupakan ‘pukulan’ bagi inisiatif perdamaian Arab dan sebuah agresi terhadap rakyat Palestina. 


“Pimpinan Palestina menolak apa yang telah dilakukan UEA dan menganggapnya sebagai pengkhianatan terhadap Yerusalem, Masjid Al-Aqsa, dan perjuangan Palestina. Kesepakatan ini merupakan pengakuan de facto atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel,” demikian pernyataan Otoritas Palestina yang disampaikan juru bicara Presiden Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rudeinah, seperti diberitakan kantor berita Palestina, WAFA, Kamis (13/8).


Pewarta: Muchlishon
Editor: Alhafiz Kurniawan