Kesehatan

Ciri dan Penyebab Gangguan Kesehatan Mental hingga Cara Mengatasinya

Kamis, 8 Agustus 2024 | 13:00 WIB

Ciri dan Penyebab Gangguan Kesehatan Mental hingga Cara Mengatasinya

Ilustrasi gangguan kesehatan mental. (Foto: freepik)

Jakarta, NU Online

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Lu’luatul Chizanah menjelaskan ciri-ciri atau kriteria seseorang mengalami gangguan kesehatan mental.


Ia mengatakan, selama seseorang masih bisa menjalani kehidupan dan melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya, maka masih tergolong sehat mentalnya. Sementara rasa sedih, kecewa dan tidak bersemangat merupakan suatu hal yang wajar.


Gangguan kesehatan mental akan terlihat apabila seseorang tidak bersemangat saat bangun tidur dan merasa takut ketika keluar rumah tanpa ada penyebab jelas.


"Kalau misalnya setiap kita bangun tidur tidak bersemangat, takut keluar rumah tanpa ada penyebab jelas sehingga butuh effort yang lebih untuk melangkahkan kaki berangkat kerja, maka ini dapat dikatakan gejala yang perlu perhatian khusus,” terangnya kepada NU Online pada Selasa (6/8/2024).


Lulu mengatakan bahwa orang yang mengalami masalah kesehatan mental ditandai dengan gejala sulit berkonsentrasi, ingin menyendiri, mudah menangis, atau tidak ingin melakukan aktivitas apa pun. Bahkan, berbagai hal yang biasanya disukai menjadi tidak menarik lagi.


“Tersenyum saja pun menjadi lebih berat. Ini juga dapat dikatakan gejala gangguan psikologis, karena ada gangguan-gangguan dalam menjalankan fungsi,” tambah sosok yang menggeluti kajian psikologi kultural religiusitas dan spiritualitas itu. 

 

Penyebab gangguan kesehatan mental

Anggota Forum Silaturrahim Nahdliyin Gajah Mada ini juga menerangkan pemicu atau penyebab masalah pada kesehatan mental.


Setiap hari, biasanya setiap orang mengalami tekanan-tekanan dalam menjalani kehidupan yang dapat menyebabkan stres. Apabila tekanan-tekanan itu bisa diatasi dan justru meningkatkan kualitas hidup, maka hal ini disebut eustress atau stres yang bermanfaat.


“Sebaliknya, ketika tekanan itu membuat kita sangat tidak berdaya (dan) menghambat performa (hidup), itu dinamakan distress. Distress yang menumpuk, tidak teratasi, lama-lama akan mengganggu kesehatan psikologi kita (kesehatan mental),” jelasnya.


Adapula pemicu istimewa yang bisa menyebabkan gangguan mental. Di antaranya bencana alam, peristiwa kriminal, dan kedukaan.


“(Hal itu) dapat menimbulkan perasaan traumatis yang juga berpotensi menimbulkan gangguan psikologis,” ujarnya.


Cara mengatasi masalah kesehatan mental

Lebih lanjut, Lulu menerangkan cara atau langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan mental.


Pertama, upaya untuk mengatasi stres disebut koping. Hal mendasar yang perlu digarisbawahi yaitu saat berbeda permasalahan yang dihadapi maka berbeda juga strategi kopingnya.


Saat merasa sedih, sebagian orang merasa lebih baik pergi jalan-jalan, mendengarkan musik, dan ada pula yang merasa lebih tenang setelah mengaji atau berzikir.


“Nah hal-hal semacam itu kita perlu identifikasi. Jadi, kenali betul karakteristik psikologis kita. Ingat-ingat hal apa lebih membuat kita nyaman,” paparnya.


Kedua, soal menghargai diri sendiri. Menghargai diri merupakan hal yang krusial dalam hal menjaga kesehatan mental. Dalam ilmu psikologi, hal ini disebut sebagai harga diri yaitu tentang cara seseorang menilai dirinya sendiri. Harga diri berbeda dengan gengsi atau pride. Ini merupakan fondasi penting kesehatan mental seseorang.


“Sudah banyak riset yang menunjukkan peran penting memiliki harga diri yang baik untuk menjaga kondisi psikologis kita. Perilaku-perilaku menyimpang, sebagian juga bermula dari aspek harga diri ini. Maka kenali, pahami kondisi diri kita, kekurangan dan kelebihan, lalu terimalah dan syukuri,” jelas Lulu.


Ketiga, penting memiliki support system atau dukungan. Seseorang selayaknya memiliki orang-orang yang mencintai dan mendukung yang bisa terdiri dari keluarga, teman, dan sahabat. Poin ini sangatlah penting.


“Dukungan dari orang lain ini dapat membantu kita merasa lebih kuat ketika sedang dihantam masalah-masalah kehidupan,” ungkap Lulu.


Lulu menyebut bahwa untuk menyadarkan seseorang yang terkena masalah kesehatan mental atau gangguan mental diperlukan bantuan orang dekat yakni orang tua, guru, teman, tetangga, kolega, dan atasan.


“Setelahnya, pastikan tidak ada stigma yang dilekatkan kepada orang-orang dengan gangguan mental,” ucapnya.


Ia mengimbau masyarakat yang mempunyai keluhan kesehatan mental agar segera menyadari dan melakukan instrospeksi diri. Indikatornya yakni saat seseorang tidak mampu mengelola dan mengatasi sendiri masalah kesehatan mental yang diderita.


“Bahkan sejak awal ketika merasa ada yang janggal, akan lebih baik mengunjungi tenaga profesional psikolog atau psikiatri,” lanjut Lulu.


Dukungan keluarga, sekolah, dan masyarakat

Dosen Prodi Psikologi Fakultas Fishum UIN Sunan Kalijaga Very Julianto mengungkapkan peran yang bisa diambil oleh keluarga, sekolah dan instansi-instansi terkait dalam mengatasi masalah kesehatan mental. Keluarga bisa memberikan dukungan atau support system berupa dukungan emosional bagi penyintas kesehatan mental.


“Mereka harus punya kepekaan terhadap perubahan perilaku dan perasaan dari anggota keluarganya (penyintas kesehatan mental),” jelasnya kepada NU Online pada Selasa (6/8/2024).


Menurutnya, keluarga bisa menjadi tempat persemaian edukasi kesehatan mental dan menghilangkan stigma negatif bagi penyintas gangguan kesehatan mental. Dalam keluarga, perlu adanya jalinan komunikasi yang hangat dan terbuka agar solusi atas masalah kesehatan mental bisa diurai.


“Kalau ada dokter keluarga, boleh juga mungkin ada psikolog keluarga atau mungkin konselor keluarga. Selain itu, bisa melakukan kegiatan bersama yang positif tentunya seperti olahraga bareng-bareng pagi hari atau kalau ada hobi bersama,” ujar Very.


Ia mengatakan, sekolah juga punya peran penting dalam menangani masalah kesehatan mental. Sekolah bisa melakukan edukasi lewat ketersediaan kurikulum dalam mengatasi masalah kesehatan mental. Kemudian, penting juga adanya layanan konseling yang menjadi tempat rujukan siswa dalam menangani masalah kesehatan mental.


“Secara berkala sekolah bisa mendeteksi. Dengan adanya deteksi bisa mengintervensi (mengetahui dan melakukan penanganan) dini. Kalau edukasi bersifat mencegah, kalau ini mendeteksi dini (gangguan mental),” lanjutnya.


Ia menerangkan, masyarakat juga punya peran penting dalam mengatasi masalah kesehatan mental. Secara umum di Indonesia, masyarakat masih memiliki stigma negatif kepada penyintas gangguan kesehatan mental. Masyarakat cenderung menstigma penyintas gangguan mental dengan menyebut gila.


“Padahal orang putus cinta kemudian tidak bisa tidur itu (juga) disebut gangguan mental, tapi bukan gila,” katanya.


Kesadaran kesehatan mental juga bisa dibentuk lewat komunitas-komunitas yang ada di masyarakat, misalnya seperti komunitas skizofrenia, komunitas kader sebaya, atau relawan-relawan kesehatan mental.


“Masyarakat juga perlu membuat akses-akses ke sumber daya yang ada, seperti kader sebaya (dan) kader kesehatan jiwa. Mereka bisa melakukan kampanye kesehatan mental kemudian membuat organisasi,” ujarnya.


Terakhir, ada peran instansi, pemerintah dan non-pemerintah. Menurut Very, instansi pemerintah telah memberikan cukup banyak layanan dan penanganan kesehatan mental, walaupun belum maksimal.


Selanjutnya dari instansi non-pemerintah. Mereka bisa menyediakan layanan kesehatan mental yang bisa diakses seluruh anggotanya.


“Misalnya ada perusahaan, itu yang ada lembaga konselingnya. Kemudian membuat kebijakan (dalam mengatasi masalah kesehatan mental), misal work family balance atau menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga agar mentalnya oke, serta secara berkala melakukan penelitian seperti skrining dan lain sebagainya,” pungkas Very.