Kesehatan

Mengenal Trauma Healing, Pemulihan Guncangan Mental Pascabencana

Rabu, 11 Januari 2023 | 21:00 WIB

Mengenal Trauma Healing, Pemulihan Guncangan Mental Pascabencana

penyintas trauma berpotensi mengalami dampak jangka panjang, seperti emosi yang tidak terduga, perasaan tegang, gejala fisik, atau gejala aneh lainnya. (Foto Ilustrasi: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online

Dalam kejadian bencana alam, trauma healing menjadi salah satu bantuan layanan kesehatan yang tak asing bagi warga terdampak selain layanan kesehatan fisik dan logistik.


Psikolog Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Rakimin menjelaskan trauma healing merupakan sebuah proses penyembuhan pasca trauma yang memungkinkan seseorang untuk melanjutkan hidupnya tanpa dihantui bayang-bayang kejadian bencana.


“Trauma adalah respons emosional korban terhadap peristiwa yang mengerikan. Korban bisa sangat terkejut dan penuh penolakan pada awalnya,” ungkap Rakimin kepada NU Online, Rabu (11/1/2023).


Ia melanjutkan, penyintas trauma berpotensi mengalami dampak jangka panjang, seperti emosi yang tidak terduga, perasaan tegang, gejala fisik, atau gejala aneh lainnya. “Tidak jarang, bahkan gejala tersebut sangat mengganggu aktivitas keseharian para korban,” tutur dia.


Secara umum, Rakimin menyampaikan bahwa pada proses trauma healing terdapat tiga tahapan pemulihan yang biasanya dilakukan.


Keamanan dan stabilitas

Ia menjelaskan, tahap ini berkutat mengenai apa yang dibutuhkan korban pascabencana. Jika pikiran korban berhasil mengenali bahaya yang akan datang, itu adalah langkah awal penyembuhan trauma dimulai.  


“Mereka belajar mengkoordinasikan semua emosi dan menjauhkan ketakutan dan kecemasan. Korban kemudian belajar kembali bagaimana menyesuaikan emosinya ketika berhadapan dengan pemicu traumatis,” jabar dia.


Ingat dan terima

Tahap kedua ini akan membantu korban untuk mengingat dan membantu menerima kenyataan dari peristiwa traumatis kebencanaan. Tahap ini juga berorientasi pada pemulihan luka fisik.


“Luka fisik akibat trauma juga dapat memperlambat pemulihan kesehatan mental. Oleh karena itu, psikolog membantu korban menangani masalah traumatis dengan memahami sebab musababnya,” ujarnya.


Rekonstruksi hubungan

Ia menyampaikan, tahap terakhir dari trauma healing adalah rekonstruksi hubungan melalui pemberdayaan, baik sumber daya lokal, dukungan keluarga, lingkungan maupun bantuan stakeholder lainnya.


“Untuk bisa kembali bangkit dari kejadian traumatis, para ahli psikologi kemudian akan bantu korban memahami dan mencari solusi atas trauma yang dialami korban secara terencana,” katanya.


Kemudian, korban dianjurkan aktif mengikuti berbagai kegiatan untuk kembali berinteraksi sosial dan menjalankan rutinitas harian. Dengan upaya tersebut, korban akan mulai terbiasa lagi menjalani hidup mereka seperti sedia kala.


Rakimin juga menyebut bahwa untuk mencapai tahap trauma pada penyintas kejadian bencana, biasanya gejala akan muncul setelah enam bulan. Di bawah itu, korban baru mengidap syok psikologis atau Acute Stress Disorder.


Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat dan Pedoman Penyakit dan Gangguan Jiwa Kemenkes, Post Traumatic Stress Disorder pada korban bencana muncul setelah enam bulan.


Adapun masa penyembuhannya, tambah dia, bergantung pada masing-masing individu dan faktor pendukung yang dimiliki.


“Sulit dijawab dengan angka, karena metode, sumberdaya lokal dan dukungan keluarga, lingkungan dan stakeholder lain sangat menentukan,” tutupnya.


Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Muhammad Faizin