Nasional

41,6 Persen Mahasiswa PAI Pandang Pemerintah 'Thaghut', Ada 2 Hal yang Harus Dilakukan

Selasa, 15 Januari 2019 | 16:59 WIB

41,6 Persen Mahasiswa PAI Pandang Pemerintah 'Thaghut', Ada 2 Hal yang Harus Dilakukan

Foto: FB Saiful Umam

Jakarta, NU Online
Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta Saiful Umam menyebut, survey yang dilakukan Center for The Study of Islam and Social Transformation (CISForm) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tentang mahasiswa Pendidikan Agama Islam (PAI) tidak bisa mewakili populasi nasional.

“Karena tidak dilakukan secara random (acak). Survey tersebut purposif, terhadap mahasiswa Fak Tarbiyah dari 18 PTKI (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam) di 9 kota,” kata Umam saat dimintai keterangan NU Online, Selasa (15/1).

Meski demikian, lanjut Umam, temuan CISForm UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu harus menjadi perhatian pihak, terutama para pengambil kebijakan. Menurutnya, angka tersebut menunjukkan potensi masalah yang ada pada calon-calon guru PAI. 
Oleh karena itu, dia menganggap perlu untuk melakukan kajian yang lebih komprehensif terhadap semua Fakultas Tarbiyah di seluruh PTKI, baik negeri maupun swasta, terutama jurusan PAI.

“Riset ini sebetulnya sejalan dengan riset PPIM 2016 terhadap guru-guru PAI, dimana menemukan fakta bahwa lebih dari 70 persen mendukung penerapan Syariat Islam dan memberikan dukungan terhadap kelompok yang memperjuangkan penerapan syariat Islam,” papar Dosen Prodi Sejarah dan Peradaban Islam UIN Jakarta ini.


“Selain itu lebih dari 80 persen juga tidak setuju orang yang berbeda agama menjadi pemimpin di jabatan-jabatan publik. Ini juga sejalan dengan survei nasional PPIM 2017 terhadapa para pelajar dan mahasiswa dimana lebih dari 40 persen punya pandangan intoleran,” lanjutnya. 

Terkait hal itu, Umam berpendapat bahwa ada dua hal penting yang harus dilakukan. Pertama, mengkaji kembali persyaratan atau seleksi masuk untuk jurusan PAI. Ia mempertanyakan, apakah jurusan PAI terbuka untuk semua lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) tanpa mempertimbangkan penguasaan ilmu agama mereka atau tertutup untuk mereka yang sudah menguasai ilmu agama.

“Dalam riset PPIM 2016, ditemukan korelasi positif bahwa mereka yang mulai belajar agama setelah menjadi mahasiswa (ketika belajar di Fakultas Tarbiyah) punya kecenderungan intoleransi lebih tinggi dibanding mereka yang belajar agama sejak kecil,” jelas Alumni Perguruan Islam Mathali’ul Falah Kajen ini. 

Kedua, perlu kajian serius terhadap kurikulum PAI yang diberlakukan saat ini. Bagi Umam, kurikulum PAI harus dikaji dengan serius mengingat banyak hal. Mulai dari sepertiga mahasiswa program PAI berlatar-belakang pendidikan SMA/SMK yang tidak memiliki pendidikan agama yang cukup, hingga komposisi mata kuliah yang terlalu banyak pada teaching method (metode mengajar) dan hanya sedikit porsi substansi ilmu agama.

“Dengan porsi yang ada sekarang, tidak akan mampu menghasilkan guru PAI yang menguasai substansi agama secara mendalam,” tegasnya.

Sebelumnya, berdasarkan hasil surveinya CISForm UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mengungkap kalau 41,6 % mahasiswa Program Studi PAI berpandangan bahwa pemerintah Indonesia thaghut (sesat, jauh dari kebenaran Islam). Di samping itu, 36,5% mahasiswa Prodi PAI berpandangan bahwa Islam hanya dapat tegak dengan sistem khilafah, 27,4% mahasiswa memiliki pandangan boleh menggunakan kekerasan dalam membela agama. Adapun di level dosen Prodi PAI: sebanyak 14,2% dosen PAI setuju bahwa Islam harus ditegakkan dengan negara Islam dan 16,5% setuju menggunakan kekerasan dalam agama. (Muchlishon)