Akademisi Nilai Kembalinya Penjurusan Siswa SMA Justru Jadi Kemunduran Sistem Pendidikan di Indonesia
NU Online · Kamis, 17 April 2025 | 22:30 WIB
Rikhul Jannah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Akademisi yang juga Dosen Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Semarang (UNNES) Edi Subkhan menilai bahwa kembalinya penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa bagi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) menjadi suatu kemunduran bagi sistem pendidikan Indonesia.
“Justru itu menjadi suatu kemunduran,” ujar Edi kepada NU Online pada Kamis (17/4/2025).
Edi mengatakan bahwa pada masa Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makarim, penghapusan penjurusan itu bukan menghilangkan jurusan, tetapi membuat variasinya menjadi lebih banyak.
“Bukan menghilangkan, kan tetap ada. Variasinya menjadi lebih banyak. Bukan hanya variasi IPA, IPS, Bahasa tetapi menjadi makin banyak paket pembelajaran, seperti mengenai kewirausahaan, ekonomi,” ucapnya.
Ia menilai rencana Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti itu sangat terburu-buru dan belum mengkaji secara mendalam masalah yang dihadapi pendidikan saat ini.
“Ini terlalu terburu-buru kalau diterapkan besok (tahun ajaran baru) ya tidak cukup waktunya. Ini sudah bulan April. Jadi mau seperti apa kalau dibagi IPA, IPS, Bahasa?" ungkapnya.
“Dari kementerian belum mengkaji secara dalam problemnya dan langsung memutuskan,” tambahnya.
Ia menyoroti alasan Mu’ti ingin mengembalikan penjurusan bagi siswa SMA yang dapat menunjang pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA). Menurutnya, pengembalian penjurusan ini tidak berpengaruh pada TKA, karena hasil bagus atau tidaknya TKA bergantung dari penguasaan materi siswa.
“Penjurusan itu kan pengkotak-kotakan orientasi untuk studi lanjutnya. Jadi bukan mendorong hasil ujian TKA menjadi optimal, tidak,” katanya.
Edi menyarankan sebaiknya Indonesia mencontoh sistem pendidikan negara-negara maju, misalnya Selandia Baru dan Australia, yang tidak mengkotak-kotakkan penjurusan dan justru membebaskan jurusan bagi siswanya untuk fokus mengambil ilmu dari bidang yang diminati, karena akan sejalan dengan sistem pendidikan di perguruan tinggi.
“Kebijakan pendidikan itu di kementerian sebaiknya riset terlebih dahulu dan coba membandingkan dengan negara maju, baru kita ambil mana yang terbaik,” ujarnya.
“Fleksibilitas itu yang seharusnya dipegang, keragaman siswa itu yang harusnya dipegang. Jadi harusnya arahnya ke sana bukan mengkotak-kotakkan ketiga penjurusan (IPA, IPS, Bahasa) itu,” tambahnya.
Ia juga menyarankan agar Kemendikdasmen mengacu pada Peta Jalan Pendidikan Indonesia (PJPI) 2025-2045 untuk membuat kebijakan.
“Itu saja diikuti, kalau mau ada pembaharuan oke, tetapi harus ada cantolannya ke situ (PJPI), bukan malah mengeluarkan sesuatu (kebijakan) yang baru,” pungkasnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Lima Ibadah Sosial yang Dirindukan Surga
2
Fantasi Sedarah, Psikiater Jelaskan Faktor Penyebab dan Penanganannya
3
Khutbah Jumat: Tujuh Amalan yang Terus Mengalir Pahalanya
4
Pergunu Buka Pendaftaran Beasiswa Kuliah di Universitas KH Abdul Chalim Tahun Ajaran 2025
5
Pakai Celana Dalam saat Ihram Wajib Bayar Dam
6
Khutbah Jumat: Jangan Bawa Tujuan Duniawi ke Tanah Suci
Terkini
Lihat Semua